JAKARTA, ILLINI NEWS Indonesia – Anggota parlemen Malaysia mendukung perluasan kendali pemerintah atas tata kelola internet di negaranya. Bahkan, rancangan undang-undang (RUU) tersebut menuai kritik karena dikhawatirkan akan merusak keberagaman dan kebebasan berekspresi.
Menteri Perhubungan Fahmi Fadzil mengatakan kepada DPR pada 9 Desember 2024 bahwa pemerintah harus mengubah undang-undang (UU) yang ada untuk mengatasi dampak negatif Internet. Ini termasuk penipuan, penindasan maya, pelecehan seksual, dan pornografi anak.
“Ada kebebasan berpendapat, tapi kami sebagai parlemen punya kewenangan untuk menerapkan pembatasan yang diperlukan demi keselamatan publik,” kata Fahmy seperti dikutip Bloomberg di The Straits Times, Selasa (12/10/2024).
RUU ini menerapkan hukuman yang lebih ketat terhadap pelanggaran konten dan memberikan kewenangan yang luas kepada penegak hukum, seperti hak untuk menggeledah dan menyita tanpa surat perintah.
Penyedia layanan mungkin bertanggung jawab berdasarkan hukum dan harus melaporkan informasi pengguna kepada pihak berwenang ketika dugaan pelanggaran diselidiki.
Lebih dari 20 sesi konsultasi diadakan dengan pemangku kepentingan untuk menyusun draf tersebut, kata Fahmi.
Malaysia bergabung dengan upaya pemerintah di seluruh Asia untuk mengatur platform online dan meminta pertanggungjawaban perusahaan teknologi besar atas konten ilegal.
Dari Kuala Lumpur hingga New Delhi hingga Canberra, pihak berwenang mencari cara untuk mengontrol atau membatasi media sosial, yang dapat mempengaruhi opini publik mengenai isu-isu politik yang sensitif.
Perusahaan teknologi besar, termasuk Meta, menyatakan akan mematuhi peraturan setempat. Namun, Meta berpendapat bahwa regulasi yang berlebihan akan merugikan wacana publik dan memberikan beban yang tidak adil pada forum online.
Parlemen Malaysia mengesahkan RUU tersebut pada 9 Desember 2024, dengan suara 59-40. Setelah diskusi panjang tentang detailnya. Salah satunya terkait batasan ujaran kebencian. Selain itu, kewenangan yang diberikan kepada penguasa yang diperbolehkan bertindak tanpa perintah pengadilan juga harus ditentukan. Salah satu Anggota Parlemen abstain.
“Siapa pejabat yang berwenang? Tidak ada penjelasan. Apakah dia pejabat antikorupsi atau pegawai biasa?” Mas Ermiati Samsudin, anggota DPR dari partai oposisi Bersatu, menuturkan perdebatan tersebut.
“Ini adalah kekuatan yang besar,” katanya.
Dalam jawabannya, Fahmi mengatakan undang-undang memperbolehkan menteri yang mempunyai kewenangan untuk mempercayakan pejabatnya. RUU tersebut akhirnya disahkan tanpa amandemen, dan sekarang akan diajukan ke Senat untuk disetujui. (Fab/Fab) Tonton video di bawah ini: Video: Google-Facebook, Investasi Kabel Maritim RI Mau Makin Besar?