Jakarta, ILLINI NEWS – Hajar Aswad merupakan salah satu benda terpenting di Ka’bah. Hampir seluruh umat Islam yang beribadah di Tanah Suci senang menyentuh atau mencium Hajar Aswad.
Batu hitam berlubang ini ditempatkan pada ketinggian 1,1 meter dari permukaan tanah. Lebih dari sekedar batu, Hajar Aswad memiliki sejarah panjang, kualitas dan rahasia dibaliknya.
Hajar Aswad bukan sembarang batu atau batu apa pun. Hajar Aswad telah ada sejak zaman nabi Ibrahim dan berasal dari surga.
Awalnya berwarna putih dan bisa menyala. Namun warna batu tersebut berubah menjadi hitam, yang dalam kitab islam hal itu terjadi karena dosa manusia di dunia.
Kisah seperti ini mendorong para ilmuwan untuk menemukan jawaban ilmiah atas misteri batu tersebut. Apakah perubahan warna itu benar-benar ada? Bisakah batu bersinar? Jika cerita ini benar, lalu batu apakah yang tergolong Hajar Aswad?
Sejak lama, para ilmuwan telah membuat asumsi tentang warna Hajar Aswad. Ada pula yang mengatakan bahwa batu ini satu kelompok dengan batu akik. Ada pula teori yang menyebut Hajar Aswad tergolong meteorit.
Namun para ahli berpendapat bahwa sebaran Hajar Aswad sebagai meteorit atau meteorit dianggap dekat dengan kisah Hajar Aswad yang datang dari langit. Selain itu, sejarah menunjukkan adanya aliran meteorit di dekat Ka’bah, tempat Hajar Aswad berada.
E. Thomsen dalam kajiannya “Cahaya Baru Asal Usul Hajar Aswad Putih Ka’bah” (1980) mengatakan bahwa pada tahun 1932 seorang peneliti bernama Philby di Al-Hadidah menemukan situs tumbukan meteor yang kemudian dinamakan Wabar. Jika diukur, panjang lembah tersebut lebih dari 100 meter.
Dalam kebanyakan kasus, pecahan meteor terbuat dari pasir bercampur silika bercampur nikel. Seiring berjalannya waktu, kata Thompson, campuran tersebut berwarna putih di bagian dalam, namun ditutupi cangkang hitam di bagian luar. Warna hitam ini berasal dari nikel yang berasal dari ledakan Nikel dan Ferrum (besi) di atmosfer.
Berdasarkan hal tersebut, Thomsen mengatakan bentuk pecahan meteor tersebut sesuai dengan gambaran Hajar Aswad.
Misalnya warna putih (merah yang dihasilkan Hajar Aswad) bisa berasal dari bagian dalam inti akibat fusi kimia, ujarnya.
Menurutnya, lapisan putih tersebut sangat rapuh dan tidak kuat. Di pangkalan ini, panggungnya dilapisi batu hitam. Artinya batu berwarna putih tidak abadi dan dapat rusak seiring berjalannya waktu, karena kedepannya hanya akan ada batu berwarna hitam.
Oleh karena itu, dalam kasus Hajar Aswad tentang perubahan spesies, memang ada penjelasan ilmiahnya. Artinya bukan disebabkan karena menerima dosa manusia. Sedangkan bintik putih pada Hajar Aswad Kiwari merupakan sisa-sisa kaca dan pasir.
“Meteorit itu mungkin merupakan batu yang mirip dengan Hajar Aswad,” tulis Thomsen.
Bukti lain melibatkan zaman batu. Beberapa penelitian menjelaskan zaman batu menurut penampakan orang Arab kuno. Rupanya batu-batu tersebut dibawa ke Mekah melalui Oman.
Namun anggapan bahwa Hajar Aswad berasal dari meteorit juga memiliki kelemahan. Peneliti mengatakan meteorit tidak bisa melayang, tidak bisa pecah menjadi potongan-potongan kecil, sehingga sulit menahan perampasan.
Namun hingga saat ini gagasan yang paling dekat dengan Hajar Aswad adalah gagasan tentang meteorit, sehingga Thomsen mengatakan akan tepat untuk mempelajari bahan-bahan yang berasal dari meteor tersebut. (tonton/wur) Simak videonya di bawah ini: Video: Hubungan Internasional di IKN: Fondasi Masa Depan Indonesia