JAKARTA, ILLINI NEWS – Petani di Sukabumi, Jawa Barat yang tiba-tiba beralih profesi menjadi pembuat konten di platform TikTok menjadi perbincangan hangat. Di satu sisi, situasi ini menunjukkan adanya peluang baru dalam perkembangan teknologi. Namun di sisi lain juga mengkhawatirkan masa depan sektor pertanian Indonesia.
Ratusan warga Desa Babakan Baru RT 05/09, Desa Bojongkember, Kecamatan Sikember, Kabupaten Sukabumi mendadak menjadi konten kreator di TikTok. Ia mengikuti jejak Gunawan alias Sadbor yang mempopulerkan tarian unik tersebut melalui live TikTok. Uang yang Anda terima bukan sekedar kaleng saja.
Setidaknya 300 penduduk tinggal di Joget Sedbor setiap hari. Dari 300 orang tersebut, mereka terbagi dalam 50 akun TikTok yang masing-masing berisi 6-10 orang, banyak di antaranya yang sudah meninggalkan pekerjaan utamanya dan hanya hidup di media sosial.
Pasalnya, pendapatan dari live running sangat menggiurkan, yakni mendapat penghasilan antara Rp 1 hingga 1,5 juta. Uang ini berasal dari hadiah dari netizen atau penonton. Kokon mengaku pendapatannya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan membeli sepeda motor.
Berbeda halnya ketika masyarakat pribumi masih menjadi buruh tani.
Hasil Survei Pertanian Terpadu (Referensi) Tahun 2021 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (3/07/2023) di Kantor Ombudsman RI Jakarta Selatan. Salah satu hasilnya, data yang diperoleh rata-rata pendapatan bersih petani kecil adalah Rp. 5,23 juta per tahun.
Berbeda jauh dengan penghasilan mereka sebagai pembuat konten di Tiktok yang bisa memperoleh penghasilan antara Rp 1-1,5 juta.
Hal ini dapat mengubah profesi petani menjadi pembuat konten. Akibatnya, hal ini dapat mengancam produksi pertanian lokal.
Berdasarkan hasil penghitungan lengkap sensus pertanian tahun 2023, jumlah usaha pertanian perseorangan (AUP) pada tahun 2023 sebanyak 29.342.202 unit, atau berkurang 7,45% dibandingkan tahun 2013 yang berjumlah 31.705.295 unit.
Di sisi lain, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) sebanyak 28.419.398 rumah tangga, meningkat 8,74% dibandingkan tahun 2013.
Jumlah petani milenial usia 19-39 tahun di Indonesia sebanyak 6.183.009 orang atau sekitar 21,93% petani. Petani Indonesia sebagian besar didominasi oleh Generasi X, berusia 43-58 tahun.
Ada kekhawatiran bahwa jumlah generasi muda yang memasuki bidang pertanian akan terus menurun.
Berdasarkan hasil survei Jakpat, dari 100 Generasi Z berusia 15-26 tahun, hanya 6 orang yang ingin bekerja di bidang pertanian. Z Ada banyak alasan mengapa banyak perusahaan tidak mau bekerja di bidang pertanian. Kecilnya pendapatan mereka menunjukkan upah nominal buruh tani pada Desember 2023 adalah 68.900 per hari.
BPS menyebutkan mayoritas atau 15,89 juta petani memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar. Sekitar 4,34 juta petani hanya memiliki 0,5-0,99 hektar lahan pertanian. Lalu ada 3,81 juta petani yang luas lahan pertaniannya 1-1,99 hektar.
Terdapat 1,5 juta petani yang luas lahannya antara 2-2,99 hektar. Di atas luas tersebut, jumlah petani tidak melebihi 1 juta orang.
Keadaan ini semakin diperparah dengan berkurangnya luas lahan pertanian di Tanah Air. Misalnya, standar luas sawah nasional pada tahun 2009 adalah 8,07 juta hektar. Angka ini kemudian turun menjadi 7,46 juta hektar pada tahun 2019.
Riset ILLINI NEWS
[dilindungi email]
(dilihat/dilihat)