JAKARTA, ILLINI NEWS – Kacang koro sudah lama dikenal sebagai bahan makanan tradisional di beberapa negara, termasuk Indonesia. Namun, potensi kesehatannya saat ini kurang diharapkan, terutama pada skala industri makanan olahan. Melalui penelitiannya, William Nathan Utmadja, siswa Sekolah Menengah Kebudayaan (SMA) Jakarta, terpilih menjadi bahan utama pengembangan pangan fungsional untuk pengobatan diabetes dan gizi buruk dalam skala besar.
Bersama guru besar junior Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Aziz Boing Sitagug, penelitian ini berfokus pada produksi peptida bioaktif dan komponen protein kecil yang memberikan berbagai manfaat kesehatan seperti antioksidan, antihipertensi, anti inflamasi, dan anti inflamasi. inflamasi – Ciri-ciri penyakit kencing manis.
Meskipun peptida bioaktif memiliki potensi yang signifikan, pengembangan dan komersialisasinya sering terhambat oleh keterbatasan metode produksi yang efisien pada skala industri. Inovasi yang diciptakan William menjadi solusi untuk menjawab tantangan tersebut.
“Melalui teknologi Enzymatic Membrane Reactor (EMR), kami menemukan metode yang memungkinkan produksi peptida bioaktif dari biji kore bangkok dalam skala industri secara kontinyu dan efisien. Dengan waktu yang optimal, proses ini mampu memaksimalkan bioaktivitasnya. kinerja tanpa mengorbankan efisiensi produksi,” kata William dalam keterangan resminya, ditulis, Jumat (18/10/2024).
Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi peptida bioaktif jangka pendek dapat dilakukan dalam waktu 7 jam, sedangkan untuk produksi jangka panjang waktu tinggal optimalnya adalah 12 jam. Cara ini berhasil menghasilkan peptida dengan aktivitas antioksidan tinggi yang sangat penting untuk mengendalikan diabetes dan kesehatan secara umum.
Peptida yang dihasilkan tidak hanya membantu mengatur kadar gula darah pada penderita diabetes, tetapi juga melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat penyakit. Selain itu, kandungan asam amino esensial pada kacang kuro bangkok menjadikannya sumber protein yang sangat menjanjikan, terutama bagi mereka yang menderita gizi buruk.
Profesor Isis Boing Sitengang menjelaskan penelitian ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian lokal di Indonesia.
Ia mengatakan: “Melalui produksi peptida bioaktif, penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi kesehatan masyarakat, seiring dengan semakin berkembangnya tren pangan fungsional, dimana pangan tidak hanya berfungsi sebagai sumber gizi, tetapi juga sebagai sumber kesehatan. . . Juga sebagai pengikut.” .
Ketua Kelompok Penelitian Prof. Azis berhasil memproduksi peptida dengan berbagai aktivitas fungsional primer, antara lain penghambat enzim yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah dan diabetes, serta antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan oksidatif.
Selain itu, proses hidrolisis protein Jack Bean juga dilakukan untuk membuka peluang produksi asam amino bebas yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, penelitian ini mungkin juga bermanfaat bagi penderita gizi buruk.
“Penggunaan teknologi EMR dalam produksi peptida bioaktif merupakan inovasi yang penting, karena proses ini dilakukan secara terus menerus sehingga memiliki produktivitas yang tinggi, dan parameter skala yang berbeda dapat diidentifikasi dalam proses ini. William Da melakukan penelitian, dan menunjukkan kelayakan sistem ESDM yang dikembangkan untuk adopsi skala industri,” jelasnya.
Sebagai pembimbing, Prof. Isis melihat bakat luar biasa dalam diri William sebagai peneliti muda. Pasalnya, William menunjukkan semangat yang luar biasa, kemampuan belajar yang cepat, dan komitmen kerja yang tinggi.
“Hal inilah yang menjadikan beliau sebagai contoh ideal bagi generasi muda lainnya di Indonesia untuk menemukan passion sejak dini dan ikut membangun bangsa melalui riset dan inovasi,” ujarnya.
Penelitian William juga membuka peluang besar kolaborasi antara akademisi dan industri pangan dalam mengembangkan produk berbasis Koro Bangok yang memberikan dampak positif tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian dengan meningkatkan nilai produk pertanian lokal.
Penelitian tersebut akan dipresentasikan pada konferensi ISoFoST IPB University pada akhir Oktober mendatang, dimana William berharap dapat menarik lebih banyak perhatian dari industri untuk mendukung pengembangan lebih lanjut.
William meyakini kacang Koro Bangok memiliki potensi besar sebagai solusi permasalahan kesehatan seperti diabetes dan gizi buruk.
“Dengan kolaborasi yang tepat, saya optimis pengembangan pangan fungsional berbasis peptida bioaktif dari kacang Koro Bangok dapat dipercepat, sehingga manfaat ekonomi dan kesehatannya dapat dirasakan oleh masyarakat luas,” pungkas William. (dpu/dpu) Simak video berikut ini: Tak Perlu Tunggu Suami, Banyak Wanita Beli Rumah Meski Sendirian