Catatan: Artikel ini merupakan pendapat penulis sendiri dan tidak mencerminkan pandangan dewan redaksi illinibasketballhistory.com.
Tak percaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berkuasa hampir satu dekade. Mulai tahun 2014, Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2024-2029 mulai mengarahkan pemerintah pada berbagai kebijakan yang menentang pemerintahan Jokowi. Faktanya, salah satu hal paling berkesan yang dilakukannya selama menjabat adalah pengurangan subsidi bahan bakar secara besar-besaran pada tahun 2014.
Pada tahun berikutnya, pembangunan pemerintahan Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, dimana anggaran untuk infrastruktur meningkat sebesar 65 persen pada tahun 2015. Jokowi secara konsisten berhasil mengalokasikan lebih dari Rp 300 triliun per tahun untuk pembangunan infrastruktur.
Pada tahun 2023, pendanaan infrastruktur mencapai Rp 455 triliun, termasuk pembangunan ibu kota baru di nusantara yang direncanakan sejak tahun 2019.
Dengan angka kepuasan pemerintah yang tinggi, Jokowi kembali terpilih menjadi presiden periode 2019-2024. Dia sepertinya tidak peduli. Jokowi telah melakukan dosa yang memperburuk seluruh sektor sosial dan ekonomi.
Lima (5) dosa yang dilakukan Jokowi tercatat dalam satu dekade kepemimpinannya di Indonesia. Yang pertama adalah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang kontroversial. Kontroversi ini bermula pada tahun 2020 ketika UU Ciptaker disebut sebagai “Omnibus Law” atau undang-undang. Pemerintah saat itu mengaku ada kendala dalam investasi, terutama terkait regulasi perizinan di daerah. Bahkan dalam pembahasan di House of Commons, partisipasi masyarakat masih sedikit dan pemerintah terkesan tuli terhadap keinginan masyarakat.
Salah satu topik yang sering dibicarakan adalah hak-hak pekerja yang dihilangkan sama sekali dalam UU Cipta Kerja. fleksibilitas pesangon dalam kontrak kerja; Perubahan juga dilakukan pada undang-undang penciptaan lapangan kerja, seperti dukungan sistem outsourcing.
Tak hanya itu, UU Cipta Kerja juga meninggalkan catatan buruk bagi lingkungan hidup, dengan banyaknya pasal perizinan yang tidak mewajibkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL.
Tidak hanya untuk ketenagakerjaan dan lingkungan hidup, tetapi juga untuk penciptaan lapangan kerja, UU tersebut memisahkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah di bidang penanaman modal. Rezim Jokowi meninggalkan catatan kelam di negara-negara yang menerapkan kebijakan otonomi daerah pasca reformasi.
Kesalahan kedua pemerintahan Jokowi adalah pengelolaan anggaran yang buruk. Salah satu tanda yang paling mencolok adalah meningkatnya utang pemerintah sejak Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menggulingkan Jokowi.
Misalnya, pada tahun 2004, utang pemerintah sebesar Rp 1.299,5 triliun atau 57 persen dari produk domestik bruto (PDB). Utang pemerintah meningkat menjadi Rp2.608,8 triliun dan rasio terhadap PDB hanya 24,74 persen.
Jika dihitung dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR), pertumbuhan utang SBY hanya 7,2 persen. Pemerintahan Jokowi berhasil menambah utang hampir Rp6.000 triliun pada tahun 2014 hingga 2024. Pada Juni 2024, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.444,9 triliun atau 40 persen PDB. Tingkat pertumbuhan utang tahunan mencapai 12,5 persen setiap tahunnya.
Pengelolaan utang ini tidak menyeimbangkan keuangan negara, khususnya pajak. Rasio pajak, yang sering digunakan untuk mengukur efisiensi perpajakan, mengalami stagnasi di angka 10 persen terhadap PDB.
Bahkan pada tahun 2017 dan 2019, tarif pajak di Indonesia berada di bawah 10 persen. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, target tarif pajak di Indonesia mencapai 10,7 persen hingga 12,3 persen.
Pada tahun 2023, pendapatan negara hanya akan mencapai 10,3 persen PDB. Bahkan pada tahun 2024, target pemerintah bisa diturunkan lagi. Padahal, negara maju dan negara tetangga di ASEAN memiliki tax rasio lebih dari 14 persen.
Pemerintahan Jokowi juga menggelar karpet merah bagi operasional pertambangan dengan berbagai kelonggaran pajak. Isu pemotongan harga nikel rendah, yang telah memberikan karpet merah bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok melalui insentif fiskal jangka panjang, telah memperburuk kondisi pendapatan nasional dari pertambangan. Ketiga dosa pemerintahan Jokowi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan semakin besarnya ketimpangan belanja penduduk Indonesia. Indeks Gini Indonesia, yang mengukur ketimpangan pengeluaran, saat ini berada pada angka 0,388.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Bahkan, jika dilihat dari tahun 2014, angka tersebut kemungkinan akan mengalami penurunan, namun penurunan tersebut baru akan terjadi pada tahun 2019. Peningkatan ketimpangan paling besar terjadi pada wilayah perkotaan, dimana masyarakat perkotaan Indeks Gini mencapai 0,409. Indeks Gini pedesaan hanya sebesar 0,313.
Masyarakat perkotaan menghadapi disparitas belanja yang tinggi karena pembangunan perkotaan berskala besar tidak dibarengi dengan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi seharusnya lebih tinggi di perkotaan karena uang mengalir lebih cepat di perkotaan. Namun pertumbuhan ekonomi yang pesat ini meninggalkan masalah ketimpangan ekonomi.
Permasalahan yang terjadi di perdesaan adalah tingginya angka kemiskinan di pedesaan, dimana angka kemiskinan mencapai 12,22 persen. Perbedaan status kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di pedesaan menunjukkan bahwa kesenjangan antara si kaya dan si miskin kecil karena banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dosa keempat pemerintahan Jokowi adalah meningkatnya biaya investasi akibat korupsi dan rasisme. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, skor dan pemeringkatan menunjukkan bahwa masalah korupsi di Indonesia semakin parah.
Berdasarkan skor Indeks Persepsi Korupsi, Indonesia memiliki nilai tertinggi yaitu 34 dari 100. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan skor Indonesia pada tahun 2019.
Tahun itu, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di angka 40 dari 100. Tahun 2019 merupakan skor tertinggi Indonesia sejak tahun 2009. Bahkan pada tahun 2019, Jokowi mengesahkan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi nomor 30 tahun 2019 yang mengatur tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK).
Berdasarkan pemeringkatan tersebut, peringkat Indonesia turun sejak pemerintahan Joko Widodo. Pada tahun 2015, peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada pada peringkat 88 dari 180 negara.
Peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia kembali memburuk pada tahun 2022, turun ke peringkat 110 pada tahun 2022, meski pada tahun 2019 membaik menjadi hanya peringkat 85.
Menurunnya skor dan peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menunjukkan semakin membaiknya kualitas pemerintahan Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi. Dampak ekonomi dari praktik korupsi ini adalah investasi menjadi mahal dan tidak efektif dalam menumbuhkan perekonomian.
Salah satu indikatornya adalah nilai tambahan imbal hasil modal atau ICOR. Pada tahun 2011, nilai ICOR Indonesia saat itu sebesar 3,7 sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen.
Saat ini nilai ICOR Indonesia sebesar 6,6 persen sehingga menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 5 persen. Semakin tinggi nilai ICOR maka perekonomian Indonesia semakin tidak efektif. Biaya investasi menjadi tinggi seiring dengan memburuknya budaya korupsi.
Faktanya, masyarakat Indonesia sedang terpuruk yang ditunjukkan oleh indeks antikorupsi. Masyarakat Indonesia, termasuk birokrat, lebih toleran terhadap perilaku korupsi.
Dosa terbaru pemerintahan Jokowi adalah industrialisasi prematur pada sektor manufaktur nasional. Pangsa sektor manufaktur dalam PDB negara tersebut menurun.
Pada tahun 2010, pangsa industri manufaktur mencapai 22 persen terhadap total PDB nasional. Angka ini akan turun menjadi 18,7 persen pada tahun 2023. Pada tahun 2024, manufaktur nasional akan semakin terpuruk, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) nasional turun di bawah 50.
Beberapa bulan terakhir terjadi PHK pada industri strategis nasional, termasuk industri tekstil dan produk tekstil. Hingga Januari 2024, ada 3,33.000 karyawan yang akan terkena PHK. Pada Mei 2024, terdapat 8.39.000 pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Antara Januari dan Mei 2024, terdapat 27.22.000 pekerja yang di-PHK. Masih banyak lagi kesalahan pemerintahan Jokowi di bidang perekonomian. Namun berikut lima dosa yang merugikan perekonomian dan masyarakat. (miq/miq)