Jakarta, ILLINI NEWS – Masalah properti resmi kerap membuat masyarakat geram. Karena nilai properti berkorelasi dengan pendapatan, membuat masyarakat mengira kekayaan tersebut diperoleh melalui cara yang tidak adil.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tidak ada ruginya di negara modern bernama Indonesia jika kita meniru tindakan raja Jawa dari Kerajaan Mataram: mendenda dan merampas harta benda para penguasa yang menjadikan dirinya kaya dalam sistem yang diciptakan. Cerita apa?
Ribuan tahun yang lalu, ketika Kerajaan Mataram (732-1016) berdiri, raja-raja di Jawa sudah memikirkan kemungkinan para pejabatnya menjadi kaya raya selain penghasilan rutinnya. Saat itu, raja Jawa tidak memberikan gaji kepada para pejabatnya, namun mereka diberi hak untuk memungut pajak dari rakyat jelata.
Sejarawan Ong Hok Ham dalam The Lost Manifestations, The Vibrant Nation (2018) mengatakan bahwa pekerja diperbolehkan memungut pajak dan mengerahkan tenaga kerja untuk kepentingan dirinya dan raja.
“Pejabat pemerintah memberikan kekuasaan atas masyarakat dan mengambil makanan dari mereka,” kata Ong.
Dengan demikian, para pejabat seperti pejabat bisa mendapatkan uang yang banyak atau memberikannya untuk kebutuhan raja. Meski begitu, raja Jawa tidak mengizinkan rakyatnya bekerja di luar negeri.
Sebut saja penguatan ekstra yang menyebabkan kehidupan politik terguncang dan ketakutan dengan perilaku tidak terpuji penguasa. Sebab, para pekerja kerap bersentuhan dengan sumber ekonomi potensial, seperti pedagang Tiongkok dan Arab.
Biasanya, pengusaha memberikan upah yang lebih tinggi kepada pekerja. Namun, wakil tersebut tidak memberikan pajak tersebut kepada raja, melainkan masuk ke kantong pribadi pejabat tersebut.
Ong Hok Ham menulis dalam berbagai buku yang dikumpulkan dari Dari Soal Priayi hingga Nyi Blorong (2001), “Perkataan pejabat pemerintah dapat mengguncang keseimbangan politik antara pusat (raja) dan elit penguasa).
Atas dasar itulah raja Jawa memberikan sanksi tegas kepada penguasa yang menjadikan dirinya kaya. Sanksi tersebut berupa denda atau penyitaan seluruh aset milik karyawan. Terkadang, pemogokan terjadi ketika pekerja tidak lagi berkuasa.
Setelah itu, seluruh denda dan harta benda yang mereka kumpulkan masuk ke kas kerajaan. Hal ini dilakukan raja Jawa bukan hanya sebagai upaya preventif, tapi juga sebagai cara mengendalikan perilaku yang kini disebut korupsi.
Selain itu, sifat tabah Raja Jawa ini bertujuan untuk memperkuat kekuasaannya agar tidak ada pesaing. Sebab raja jawa sudah memutuskan harta resmi yang dapat menggoyahkan kekuasaan.
Tindakan raja-raja Jawa dalam mengurus penguasa yang mensejahterakan dirinya tentu merupakan sebuah langkah maju dari kerajaan-kerajaan kuno yang sudah ada jauh sebelum kerajaan modern berdiri.
Meski berbeda konteks, sejarawan Ong Hok Ham menyebut tindakan raja-raja Jawa dari Mataram kuno bisa menjadi contoh. Namun penerapannya di negara-negara modern sangat berbeda karena sudah ada lembaga independen yang berwenang. (mfa/mfa) Simak videonya di bawah ini: Video: Surat Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global Artikel berikutnya Kisah Raja Jawa yang Sayang Rakyat, Ajarkan Kebahagiaan – Pilih Hidup Sederhana