JAKARTA, ILLINI NEWS – Mantan Direktur Jenderal Pajak era Presiden SBY Hadi Pornomo mendesak pemerintah membatalkan kenaikan tarif PPN 12%, bukan hanya menunda penerapannya.
Sebagai alternatif, Hadi mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem pengendalian self-assessment untuk mengamankan penerimaan negara dengan menurunkan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 10 persen.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli masyarakat umum dan mendorong pemerataan ekonomi.
Hadi meyakini pemerintah bisa saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mencabut ketentuan tarif PPN 12 persen dalam UU HPP.
Menurut Hadi yang dirilis Rabu (3/12/2024), “Usulan pencegahan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai bisa saja ditarik kembali. Karena sudah disebutkan undang-undang dalam UU HPP.”
Selain itu, mengutip UU HPP, tarif PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya, tersisa satu bulan lagi aturan tersebut dicabut.
Hadi mengatakan, “Pemerintah bisa melakukannya dengan menerbitkan Perpo dalam waktu singkat karena hanya memerlukan persetujuan Presiden Prabowo Subianto.”
Menurut data BPS, mayoritas pekerja Indonesia (lebih dari 50 juta orang) berpendidikan rendah dan daya beli terbatas. Peningkatan tarif pajak pertambahan nilai menambah beban mereka, menurunkan daya beli dan memperburuk kesenjangan sosial ekonomi.
Ketergantungan pada pajak pertambahan nilai yang menyumbang 43,2 persen terhadap total penerimaan pajak juga menjadi perhatian, berdasarkan data RAPBN 2025.
“Mengandalkan PPN sebagai sumber utama akan membebani masyarakat kecil yang sebagian besar pendapatannya dihabiskan untuk konsumsi,” kata Hadi.
Hadi menilai korupsi dan penghindaran pajak mempunyai ciri-ciri serupa, yakni terjadi secara kebetulan. Prinsip self-assessment yang didasarkan pada kejujuran wajib pajak berpotensi mengakibatkan pelaporan pajak tidak akurat dan menyesatkan. Dalam sistem self-assessment, wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajaknya dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak yang disampaikan kepada otoritas pajak.
Hadi telah memperkenalkan sistem pemantauan di mana transaksi keuangan dan non-keuangan seluruh wajib pajak dilaporkan secara lengkap dan transparan. Oleh karena itu, perpajakan tidak hanya menjadi sumber utama penerimaan negara, namun juga merupakan alat yang sangat strategis dalam pemberantasan korupsi dan pelunasan seluruh utang negara.
Sistem Pelacakan Penilaian Mandiri untuk Data Anda dirancang untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber, menggabungkannya dengan konsep berbasis link-and-match untuk memungkinkan negara menganalisis pengembalian pajak wajib pajak dan memetakan total pendapatan pemerintah. Termasuk pendapatan legal dan ilegal.
Sistem ini dapat memastikan bahwa setiap laporan pajak mencerminkan keadaan perekonomian sebenarnya, mengurangi aliran penerimaan pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah. “Dengan pengendalian ini, tarif pajak pertambahan nilai bisa kembali ke 10 persen tanpa mengurangi pendapatan negara,” tegasnya.
Selain itu, penting juga bagi fiskus untuk menciptakan dan memperkuat alat pemantauan untuk memverifikasi laporan yang dibuat oleh wajib pajak dan menerapkan prinsip self-assessment secara efisien dan akuntabel.
“Penerapan sistem ini akan menjamin keadilan perpajakan. Petugas pajak tidak bisa bertindak sewenang-wenang. Ini kunci terciptanya keadilan perpajakan,” ujarnya.
Melalui sistem pemantauan self-assessment, transparansi yang dicapai memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang penurunan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang luas masih dapat mendukung kenaikan tarif pajak secara signifikan.
Oleh karena itu, jika seluruh reformasi dilaksanakan maka tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat tanpa mengurangi pendapatan pemerintah. (haa/haa) Tonton video di bawah ini: Video: Kehidupan Meningkat, PPN Naik di Tengah Daya Beli yang ‘longgar’ Artikel berikutnya Pemerintahan Jokowi akan menerapkan kenaikan PPN 12 persen pada tahun 2025?