Jakarta, ILLINI NEWS – Purchasing Managers’ Index (PMI) RI September 2024 dilaporkan mengalami kontraksi di level 49,2. Hal ini melanjutkan penurunan PMI manufaktur Indonesia yang ketiga berturut-turut pada tahun 2024.
Mengutip data yang dirilis S&P Global, PMI manufaktur pada Juli-September 2024 sebesar 49,3, kemudian 48,9 dan 49,2.
Informasi tim riset ILLINI NEWS menunjukkan, terakhir kali Indonesia mencatatkan defisit sektor manufaktur selama tiga bulan berturut-turut adalah pada awal pandemi Covid-19 pada tahun 2020 atau empat tahun lalu. Saat itu, aktivitas perekonomian harus terhenti untuk membatasi penyebaran virus.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengindikasikan resesi akan terus berlanjut hingga akhir kuartal III 2024. Dan hal ini memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia, khususnya sektor industri.
Hal ini tercermin dari data Indeks Keyakinan Industri (IKI) September 2024 yang turun 0,03 poin menjadi 52,48 dibandingkan sebelumnya pada September 2023. Dan hanya meningkat 0,03 poin dari posisi IKI Agustus 2024 yang tercatat 52,40.
Di sisi lain, gelombang PHK pada industri dalam negeri, khususnya industri tekstil dan pakaian jadi (TPT) masih terus berlangsung.
Salah satu serikat pekerja nasional, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPN), mencatat sejak awal tahun 2024, terdapat 15.114 pekerja yang terkena PHK di pabrik garmen dalam negeri. Data ini hanya mencakup pegawai yang tergabung dalam KSPN.
Sementara itu, mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hingga September 2024, total korban PHK pada tahun ini mencapai 52.993 pekerja.
Di tengah peristiwa tersebut, Wakil Ketiga Kepala Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengungkap kebenaran lemahnya sektor industri lokal.
Dalam Seminar Nasional – Evaluasi Dekade Pertama Pemerintahan Jokowi yang ditayangkan di kanal YouTube INDEF, Kamis (10/3/2024), Edy mengungkapkan, sektor industri nasional menunjukkan tanda-tanda industrialisasi.
Faktanya, deindustrialisasi telah terjadi sejak dini.
Ia menjelaskan, awal industrialisasi terjadi sejak tahun 2001.
Dalam sepuluh tahun pemerintahan, pertumbuhan industri lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kontribusi sektor industri terus menurun hingga tahun 2023 hanya sebesar 18,67 persen.
“PMI manufaktur kita akhir-akhir ini berada di wilayah kontraksi, di bawah 50. Jadi kita ada masalah di sektor manufaktur,” ujarnya, dikutip Senin (10/7/2024).
“Biasanya proses reformasi ekonomi didominasi oleh pertanian, tempatnya diambil oleh sektor industri, kemudian yang terakhir adalah sektor jasa, biasanya ketika sektor jasa mendominasi, industri menjadi stabil, tetapi dalam kasus kami, sektor jasa sektor jasa menjadi stabil. malah menurun sehingga kontribusinya terhadap PDB Nasional pun menurun,” tambah Edy.
Ia mengatakan, proses perubahan dari sektor jasa ke jasa dilakukan ketika sektor tersebut belum mencapai tingkat kematangan.
“Akibat situasi itu, industri kita sudah tidak berdaya saing lagi, kalaupun sektor jasa meningkat, bisa dikatakan jasa tersebut tidak meningkatkan kesejahteraan, ini menjadi tantangan tersendiri,” pungkas Edy. (dce/dce) Tonton video di bawah ini: Video: Ketika produksi alat berat turun, mereka menghadapi tantangan Artikel berikutnya Video: Ekonom mengatakan pemerintah ‘gagal’ mencegah deindustrialisasi dini