JAKARTA, ILLINI NEWS – Pelaku usaha diam-diam bereaksi terhadap rencana Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menggelar aksi mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di 15.000 perusahaan. Para pekerja ini meminta kenaikan gaji sebesar 8-10% pada tahun depan, namun ancaman tersebut sudah beberapa kali diterima oleh pelaku usaha.
“Pengalaman kita sebelumnya, buruh kita tidak seperti itu. Kita juga punya banyak buruh yang bisa bekerjasama dengan pengusaha. Padahal, yang mengancam mogok itu di luar hubungan kerja, tapi mereka bisa mengambil keuntungan dari permasalahan itu.”, Jumat ( 25/10/2024) Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Opindo), mengatakan kepada ILLINI NEWS.
Aksi mogok nasional yang diimbau Presiden KSPI Syed Iqbal diperkirakan tidak berdampak pada aktivitas produksi banyak pabrik. Sebab para karyawan bisa saja bertindak di perusahaan jika merasa tidak puas dengan keputusan perusahaan.
“Tapi kalau mereka benar-benar bekerja dan punya hubungan baik, karena itu (pemogokan) nasional. Nasional tidak menguasai semuanya, ada yang dikuasai nasional, ada pula yang dikuasai perusahaan masing-masing, jadi sebenarnya bisa mereka kelola sendiri.” Di dalam kenapa mogok secara nasional, mereka bisa mogok di perusahaan mana saja,” kata Bob.
Dalam kondisi perekonomian yang sulit saat ini, diharapkan koordinasi antara pengusaha dan pekerja dapat terjalin. Jika tidak, keadaan akan semakin sulit, apalagi jika menghadapi persaingan dari negara lain.
“Jadi kita berharap lingkungan yang baik ini tetap terjaga, apalagi pemerintahan baru harus dilihat oleh investor, jangan sampai investor wait and see lagi, kita tunggu sampai terbentuk pemerintahan baru dari hasil pemilu, wait and see, di sana sudah 8 bulan, itu sudah terlalu lama, jangan sampai “masih wait and see, kita sudah wait and see perekonomian, jadi harus kita akhiri”.
Dalam keadaan seperti ini diperlukan adanya kepastian hukum, dan apabila terdapat perbedaan harus diselesaikan melalui dialog di tingkat unit perusahaan, karena kondisi perusahaan berbeda-beda dan tidak bisa sama, ada yang kuat, ada yang tidak kuat. Setiap serikat pekerja dan manajemen di tingkat perusahaan harus mampu berbicara dan menyelesaikan permasalahan.
“Jadi sebenarnya kita sedang menghadapi inflasi 5 bulan berturut-turut yang mencerminkan lemahnya daya beli. Kemudian kita dihadapkan pada ancaman kenaikan PPN sebesar 1%, sehingga sebagai perusahaan kita harus menahan diri untuk tidak menaikkan harga, tapi jika kita mendapat tekanan. meningkatkannya di luar kemampuan kita. “Pada akhirnya memaksa harga naik, efeknya akan lebih lemah, sehingga efek multiplier terhadap perekonomian lebih berbahaya,” kata Bob protes besar