Jakarta, ILLINI NEWS – Militer Ukraina terus menghadapi banyak masalah internal. Hal ini terjadi ketika Rusia terus mengumumkan bahwa mereka telah berhasil merebut sedikit demi sedikit wilayah dari Kiev di wilayah Donetsk dan Luhansk.
Laporan Al Jazeera yang diterbitkan Selasa dan dikutip Rabu (23/10/2024) menyebutkan, 30.000 personel militer Ukraina menarik diri dari pos penjagaan mereka tahun ini. Jumlah ini beberapa kali lipat dibandingkan tahun 2022, ketika perang pecah, ketika warga negara dan orang asing secara sukarela bergabung dengan tentara untuk memukul mundur Rusia.
Banyak alasan mengapa tentara Ukraina, yang sejauh ini jumlahnya mencapai 60.000 orang, “melarikan diri” dari tugasnya terungkap. Namun rendahnya semangat kerja akibat kelelahan menjadi penyebab utamanya.
Para prajurit mengeluh bahwa mereka harus berjuang berhari-hari di bawah tembakan keras yang terus menerus karena tidak ada yang menggantikan mereka. Mereka yang berada di garis depan mengatakan bahwa mulai tahun 2022, berjuang dari satu pertempuran ke pertempuran lainnya dengan sedikit waktu untuk istirahat.
Tentara diperbolehkan mengambil cuti 10 hari dua kali setahun, namun cuti tersebut terkadang tertunda karena kekurangan tenaga kerja. Tentara dan keluarga mereka mencari cuti, mulai dari cuti sebulan hingga rotasi tiga tahun.
Di sisi lain, mengabaikan tugas akan mengakibatkan sanksi berat – penjara. Meski demikian, banyak prajurit yang akhirnya memilih jalur ini karena dianggap lebih baik daripada bertempur dengan semangat rendah.
“Di penjara Anda setidaknya tahu kapan Anda bisa keluar,” Serhii Hnezdilov, salah satu tentara yang membelot, mengatakan kepada surat kabar Inggris The Times.
Para ahli mengatakan jumlah desertir meningkat karena Ukraina menghadapi kekurangan tentara di medan perang. Dalam beberapa kasus, hanya lima hingga tujuh tentara Ukraina yang harus menghadapi sekitar 30 tentara dari pihak Rusia
Analis memperkirakan ada sekitar satu juta tentara di angkatan bersenjata Ukraina, dan sekitar 2,4 juta di pihak Rusia. Komandan militer Ukraina memperkirakan rasio pejuang Rusia dan Ukraina adalah 10:1.
“Kekurangan tenaga kerja telah menjadi masalah jangka panjang di Ukraina, bahkan sebelum dimulainya perang dan meskipun ada antusiasme untuk bergabung dengan tentara segera setelah invasi,” kata analis Chatham House, Keir Giles.
“Ukraina sudah lama berperang melawan hal ini. Ada kelelahan, keterkejutan. Kegembiraan awal mengenai perang telah memudar, dan beberapa orang mulai memahami bahwa perang ini sudah berlangsung lama,” tambahnya.
Selain kelelahan mental dan fisik yang dialami banyak tentara karena berada di garis depan dalam waktu lama, tentara Ukraina juga harus menghadapi kekurangan senjata dan amunisi. Meski meraih beberapa kemenangan, termasuk serangan besar-besaran di wilayah Kursk Rusia pada bulan Agustus, pasukan Ukraina sering kali dirugikan dalam perang yang berlangsung hampir 32 bulan dengan Rusia.
“Yang paling penting, para prajurit mengatakan mereka tidak dipersenjatai dengan baik dan mengeluh bahwa musuh terlihat, melihat mereka maju dan tidak dapat menembak karena mereka tidak memiliki amunisi,” kata CNN International dalam laporan kondisi perang. kesalahan Barat.
Para pejabat Ukraina menuduh sekutu Barat, khususnya Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), terlalu lambat dalam memberikan bantuan militer. Presiden Volodymyr Zelensky telah berulang kali meminta Washington untuk segera menyediakan dana guna memungkinkan negaranya memperoleh lebih banyak peluru artileri dan sistem pertahanan udara.
24 April tahun ini. AS, setelah tertunda selama hampir satu tahun, mengesahkan rancangan undang-undang yang memberikan paket bantuan sebesar 61 miliar dolar AS (Rs 948 triliun), sebagian besar untuk Ukraina.
Pengiriman bantuan militer ke negara tersebut meliputi kendaraan, amunisi pertahanan udara Stinger, amunisi sistem rudal artileri mobilitas tinggi, dan amunisi anti-tank.
Negara-negara Eropa telah mengalokasikan total 118,2 miliar euro (1,991 triliun rupiah) untuk Ukraina mulai tahun 2022. April hingga 2024 pada bulan September, dan 84,7 miliar euro (Rp 1.424 triliun) di AS, menurut data Kiel Institute yang berbasis di Jerman.
Para analis mengatakan pemilu AS mendatang, yang bisa membuat mantan Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih, akan meningkatkan ketidakpastian bagi Ukraina. Trump telah berulang kali mengancam akan memotong pendanaan AS untuk negaranya, dan banyak anggota Partai Republik yang mendukungnya dalam masalah ini.
(sef/sef) Tonton video di bawah ini: Video: Tentara Putin Menggila, Kota-Kota Besar di Ukraina Hampir Jatuh Artikel Berikutnya Tentara Putin Menjadi Gila, Rusia Kuasai Kota-Kota Strategis di Ukraina