Jakarta, ILLINI NEWS – jelas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marwes). bahwa Indonesia kerap dituding melakukan kampanye topi hitam (black hat campaign) untuk mengelola program daur ulang nikel dalam negeri yang disebut dengan “nikel kotor”.
Istilah “nikel kotor” sendiri mengacu pada pengelolaan nikel yang mengabaikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG).
Deputi Koordinasi Penanaman Modal dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan Septian Hario Seto mengatakan ada tuduhan kampanye hitam terhadap Indonesia terkait pengelolaan nikel karena banyak perusahaan nikel global kini “bangkrut”.
Padahal, total kapasitas produksi nikel perusahaan tertutup itu mencapai 400 ribu ton. Sementara itu, Indonesia kini dinilai berhasil dalam pengelolaan nikel yang efektif, salah satunya dengan penerapan program daur ulang nikel yang berkelanjutan.
“Karena sejujurnya karena kemajuan yang kita alami saat ini, khususnya pengolahan nikel, banyak perusahaan nikel di luar negeri yang tutup. Jadi kita akan lihat di Australia. Totalnya kalau tidak salah ada di “Di dunia menurut data yang saya punya ada 400 ribu ton. Ini sama dengan produksi yang sudah ditutup, jadi otomatis kita tahu kalau tidak ada.” senang,” kata Seto kepada ILLINI NEWS dalam program Mining Zone yang dikutip, Rabu (16/10/2024).
Sementara itu, Seto mengatakan, untuk kembali “membersihkan” nama Indonesia dari tudingan kampanye kotor, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melakukan klarifikasi dengan melibatkan beberapa kedutaan negara lain.
Dalam pertemuan tersebut dijelaskan situasi nyata pengolahan nikel di Indonesia.
“Kemarin Menlu juga mengumpulkan duta besar kita di negara-negara strategis. Di Uni Eropa, di Jepang, di Korea, di Amerika, di Australia. Bagi kami, kami telah memberikan gambaran kepada Anda seperti apa lanskap industri nikel. Maka syarat yang benar adalah: “Ya. Dan memberikan klarifikasi atas tuduhan palsu yang dilontarkan kepada Indonesia,” ujarnya.
Seto mengatakan, setiap pembeli nikel di Indonesia harus selalu mengecek tingkat lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) pengolahan nikel di Indonesia.
Secara khusus, kata Seto, perusahaan yang memproduksi kendaraan listrik sudah menjadi pembeli nikel. Ia meyakini perusahaan kendaraan listrik harus memastikan nikel yang mereka pasok berasal dari penambangan dan pengolahan yang bertanggung jawab.
“Setiap pembeli nikel di Indonesia, khususnya perusahaan kendaraan listrik, selalu melakukan uji tuntas. Untuk menguji benar atau tidak, nikel ini ditambang dari tambang yang benar, lalu emisinya apa, ESG-nya apa? Mereka memeriksanya seperti ini,” ujarnya.
Meski ditegaskan Indonesia tidak melakukan hal tersebut, namun pemerintah tidak menutup mata jika ada tanda-tanda tata kelola pemerintahan di Indonesia perlu diperbaiki.
“Tapi bukan berarti kita tutup mata, kita koreksi kalau ada tuduhan palsu, jadi kita harus agresif,” ujarnya. (pgr/pgr) Simak video berikut: Video: Pemurnian Nikel dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Sulteng Artikel Berikutnya Kontribusi Separuh Produksi Dunia, Inilah Potensi Pemurnian Nikel di RI