illini news Belum Sebulan Menjabat, Prabowo Sudah Kena Cobaan Bertubi-tubi dari AS

Jakarta, ILLINI NEWS – Kurang dari sebulan sejak Presiden Prabowo Subianto dilantik pada 20 Oktober tahun lalu, Indonesia menghadapi dan terus menghadapi tekanan demi tekanan.

Sekadar informasi, pada 20 Oktober 2024, Jenderal TNI (purn) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming resmi mengemban tugas sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029.

Beberapa pekan pasca pelantikan, pergerakan pasar keuangan dalam negeri tampak melambat terutama karena sentimen dari Amerika Serikat (AS). Berikut ancaman yang datang dari Amerika Serikat dan berdampak buruk bagi Indonesia.

1. Indeks Dolar AS (DXY)

Hari ini, Jumat (15/11/2024) pukul 08:33 WIB, DXY terpantau menguat 0,14% ke 106,82. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (14 November 2024) yakni 106,67.

Posisi DXY saat ini juga tercatat tertinggi sejak 1 November 2023 atau tahun lalu.

Hal menarik lainnya adalah DXY terlihat meningkat signifikan sejak 30 September 2024 dari 100,78 menjadi 106,82 atau meningkat 5,99%.

DXY yang tinggi ini tentunya akan memberikan tekanan pada nilai tukar rupee dan menyebabkan biaya impor menjadi lebih tinggi. Kenaikan indeks dolar mengindikasikan adanya aksi beli investor dolar sehingga ada peluang bagi mereka untuk menjual instrumen mata uang lain seperti rupee. Kenaikan dolar ini juga bisa menjadi sinyal melemahnya rupee.

2. Dividen UST10Y

Lompatan DXY bertepatan dengan kenaikan imbal hasil Treasury AS 10-tahun menjadi 4,463% pagi ini. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 1 Juli 2024 atau empat bulan terakhir.

Yield yang tinggi ini dapat menjadi daya tarik investor untuk masuk ke pasar keuangan AS dan keluar dari pasar keuangan Indonesia. Selain itu, selisih antara imbal hasil UST10Y dan surat utang negara (SBN) tenor 10 tahun semakin menyempit sehingga mendorong investor keluar negeri.

3. Pidato yang berani

Presiden Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell dini hari tadi mengindikasikan bahwa The Fed akan memperlambat penurunan suku bunga. Kondisi ini didasari oleh pertumbuhan ekonomi AS yang kuat. The Fed bahkan menyebut pertumbuhan ekonomi AS merupakan salah satu yang terbaik di dunia.

“Perekonomian tidak memberikan sinyal bahwa kita perlu terburu-buru menurunkan suku bunga,” kata Powell dalam pidatonya di hadapan para pemimpin bisnis di Dallas, seperti dilansir ILLINI NEWS International.

Sikap Powell yang berhati-hati terhadap penurunan suku bunga mendorong pelaku pasar menurunkan ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga pada bulan Desember mendatang.

Survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa 41,1% pelaku pasar meyakini The Fed tidak akan menurunkan suku bunga pada pertemuan bulan depan, sementara hanya 58,9% pelaku pasar yang meyakini The Fed akan memangkas suku bunga bulan depan sebesar 25 basis poin (bps).

Jika The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunganya, dolar AS kemungkinan akan terus menguat, sehingga berpotensi memperburuk tekanan terhadap rupiah dan memicu arus keluar modal dari Indonesia.

4. Nilai tukar rupee

Rupee tampak terdepresiasi sejak akhir September 2024 hingga pertengahan November. Pada 27 September 2024, rupiah masih berada di Rp 15.120/US$. Sementara itu sepertinya sudah turun ke Rp 15.850/US$ atau melemah 4,82% pada 14 November 2024.

Melemahnya nilai tukar rupiah memberikan dampak negatif bagi Indonesia (pemerintah dan perusahaan) yang melakukan impor, karena biaya yang diperlukan untuk mengimpor barang menjadi lebih mahal, sehingga biaya operasional menjadi lebih tinggi dan berdampak pada keuntungan perusahaan yang semakin tipis.

Selain itu, biaya belajar ke luar negeri dan biaya umrah akan meningkat.

Selain itu, perusahaan dan pemerintah yang memiliki utang dalam dolar AS juga semakin terbebani karena diperlukan jumlah yang lebih besar untuk membayar utang luar negeri (dalam rupee).

5. Dividen ID10Y

Yield obligasi pemerintah Indonesia (SBN) tenor 10 tahun melonjak hingga 6,941% atau hampir mencapai level 7%. Posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak akhir Juli 2024.

Return yang tinggi ini menjadi beban negara (fiscal load), karena negara harus memberikan return yang tinggi kepada investor. Semakin tinggi imbal hasil SBN, besar kemungkinan pemerintah akan mencari cara lain untuk mengurangi beban fiskal, baik dengan menerbitkan utang lain yang bersifat sekaligus atau dengan meningkatkan pendapatan negara baik melalui pajak maupun cara lainnya.

RISET ILLINI NEWS

[dilindungi email] (rev/rev)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *