Jakarta, ILLINI NEWS – Sektor data center berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan kecerdasan buatan (AI). Pusat data adalah infrastruktur AI yang penting untuk pengelolaan data, pelatihan data, dan penyimpanan data.
Membangun data center sangat mahal dan menghabiskan biaya miliaran rupee. Sumber daya listrik dan air juga merupakan persyaratan utama untuk menjalankan operasional pusat data.
Pasar pusat data global diperkirakan mencapai US$ 301 miliar (Rs. 4,683 miliar) dan dua kali lipat menjadi US$ 622,4 miliar (Rs. 9,685 miliar) pada tahun 2030, menurut P&S Intelligence.
Tak heran jika banyak kelompok yang berlomba-lomba menciptakan “kekayaan” baru tersebut. Bukan hanya perusahaan-perusahaan bermodal besar, tapi juga startup-startup kecil.
Banyak startup yang berlomba-lomba membangun data center yang berkelanjutan karena salah satu tantangannya adalah dampak terhadap lingkungan.
Menurut Pusat Penelitian Energi, pusat data diperkirakan akan mengonsumsi 4% dari total konsumsi energi saat ini. Angka ini diperkirakan akan meningkat sebesar 9% pada tahun 2030.
Pusat data dan teknisi yang mengandalkannya berupaya keras mencari sumber energi baru. Bulan lalu, Microsoft menandatangani kemitraan dengan Constellation Energy untuk memulai reaktor nuklir di Three Mile Island, untuk memenuhi kebutuhan energi.
Inovator seperti Incooling dan Submer juga mencari cara untuk menciptakan teknologi pendingin untuk pusat data yang menghasilkan lebih sedikit panas dan lebih ramah lingkungan.
Startup lainnya, Phaidra, menggunakan perangkat lunak untuk membantu pusat data mengelola sistem pendinginnya dengan lebih efisien.
Ada juga startup Verrus yang membangun pusat data yang lebih fleksibel dengan microgrid. Sage Geosystem telah mengembangkan cara untuk menggunakan tekanan termal air untuk menjalankan pusat data daripada menggunakan listrik.
Ketika ditanya tentang pusat data yang mungkin memiliki masalah listrik dan air, banyak ahli teknologi berfokus pada kawasan Asia Tenggara, yang diberkati dengan wilayah daratan yang luas, air dan energi yang cukup untuk membangun pusat data.
Orang asing menyerbu Malaysia
Salah satu negara yang mampu memanfaatkan peluang menarik investor asing adalah Malaysia, khususnya di kawasan Johor.
Banyak perusahaan berinvestasi di pusat data di Malaysia termasuk ByteDance yang berinvestasi $350 juta dan Microsoft membeli 49 hektar tanah seharga $95 juta.
Ada juga Google yang mengeluarkan 2 miliar dolar pada Juni lalu. Investasi ini bertujuan untuk menciptakan pusat data dan wilayah cloud pertama di negara tersebut.
Baru-baru ini, Blackstone membayar $16 miliar untuk membeli operator pusat data AirTrunk, salah satunya berlokasi di Johor. Kemudian, Oracle juga mengumumkan investasi sebesar US$6,5 miliar untuk sektor data center di Malaysia, meski tidak disebutkan lokasi spesifiknya.
Secara keseluruhan, investasi pada pusat data di Johor yang dapat digunakan untuk AI dan komputasi awan diperkirakan mencapai $3,8 miliar tahun ini, menurut Maybank.
“Pada pandangan pertama, Johor tidak menarik. Namun jika Anda melihat lebih dekat, sangat masuk akal [untuk berinvestasi di Johor],” kata direktur Blackstone Peng Wei Tan, yang memimpin penjualan AirTrunk, seperti yang disebutkan oleh surat kabar tersebut. Jurnal Wall Street.
Pemerintah Malaysia menargetkan wilayah Johor sebagai pusat data AI untuk memenuhi kebutuhan penyimpanan, pengelolaan, dan pelatihan sistem AI yang terus meningkat.
Padahal, tiga tahun lalu, Johor merupakan cagar alam industri perkebunan kelapa sawit. Saat ini, 100 mil dari pepohonan ini, sedang dibangun pusat data, proyek konstruksi AI terbesar di dunia.
Di masa lalu, Virginia Utara, AS dikenal sebagai pasar pusat data terbesar di dunia karena melimpahnya sumber daya listrik, lahan, dan air. Namun pasokannya semakin berkurang.
Dan raksasa teknologi tidak bisa mengandalkan satu lokasi di Amerika Serikat untuk membangun banyak pusat data. Kini, raksasa teknologi pindah ke tempat lain yang memiliki banyak lahan, listrik, dan air.
Johor menarik karena memenuhi semua kebutuhan ini. Selain itu, Malaysia mempunyai hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Tiongkok, sehingga mengurangi risiko politik bagi perusahaan yang ingin berinvestasi.
Faktor penting lainnya adalah kedekatannya dengan Singapura yang merupakan koridor internet bawah laut dunia.
“Pengembangan fasilitas di Johor tidak hanya terbatas di Malaysia. Namun AI juga akan didistribusikan secara global,” kata Rangu Salgame, CEO Princeton Digital Group.
Princeton Digital Group adalah operator pusat data dan beberapa vendor teknologi terbesar di dunia.
Indonesia Lakukan ini
Presiden Indonesia Data Center (IDPRO) Hendra Suryakusuma mengatakan pemerintah Malaysia menawarkan banyak insentif kepada pelaku data center. Bahkan bagi perusahaan yang menggunakan teknologi ramah lingkungan, insentifnya meningkat.
“Di Indonesia belum terjadi, tapi kalau pemerintah bisa melalui RUU EBT (RUU Pikiran Baru dan Reformasi) yang saat ini sedang dibahas di Komisi VII DPR RI, akan bisa memberikan tambahan insentif terhadap proyek-proyek ramah lingkungan, Hal inilah yang menyebabkan industri data di Indonesia saat ini tumbuh 20 hingga 30 persen setiap tahunnya.
Malaysia juga mengurangi birokrasi sehingga memudahkan investasi bisnis masuk ke negara tersebut.
Di Malaysia, perusahaan asing dapat menggunakan desain tingkat tinggi untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan. Saat ini, di Indonesia, masyarakat harus memulai dengan desain teknik yang detail, yang memakan waktu dan mahal.
Untuk merebut dan memenangkan pasar data center, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan ada 4 langkah yang dilakukan.
Yang pertama adalah meninjau undang-undang terkait, seperti faktor-faktor yang mendorong investasi pusat data di Indonesia.
Kedua, sumber daya seperti lahan, air, dan energi yang berkelanjutan, khususnya energi hijau, menjadikan Indonesia mampu bersaing dengan negara lain. Ketiga, perpajakan merupakan insentif. Pemerintah telah meneliti beberapa insentif Malaysia yang mendorong investor membangun pusat data di negara tetangga Indonesia. Dan keempat, perizinan akan disederhanakan dan diperkecil sehingga memudahkan birokrasi. “Jadi saya kasih contoh harganya. Malaysia, mereka mampu membayar dan memberikan insentif sebesar 8 sen per kWh untuk listrik,” kata Budi beberapa waktu lalu. Lalu yang kedua adalah tidak membayar pajak perangkat CPU dan GPU. Dan yang ketiga adalah perjanjian yang sangat mudah untuk membangun data center, tambahnya. Ia mengaku sangat pandai bersaing dengan negara lain, jika sudah banyak kemajuan yang dicapai. “Kita negara dengan sumber energi yang sangat besar dan belum tereksplorasi. Masih banyak energi terbarukan, selain air dan lain-lain. Dia membenarkan. (fab/fab) Saksikan video di bawah ini: Video : Investasi Pusat Data RI di Recehan Baru , Penjahat Malaysia Diadili Next Article Asing Serang Malaysia Semakin Cepat, Tanda Lain RI Sedang Mati Karena Pemerasan.