Jakarta, ILLINI NEWS – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian bauksit (smelter) di Indonesia masih jauh. Apalagi jika dibandingkan dengan hilir nikel yang pertumbuhannya jauh lebih cepat.
Menurut dia, salah satu faktor utama lambatnya perkembangan smelter bauksit adalah berbagai tantangan, terutama dari sisi pembiayaan. Oleh karena itu, membuka peluang pembentukan konsorsium bagi perusahaan yang tidak bisa membangun smelter sendiri.
“Saya akui momentum hilirisasi nikel bahkan lebih unggul dari bauksit. Salah satu persoalannya adalah bagaimana kita memfasilitasi akselerasinya. ,” kata Bahlil, Jumat (29/11/2024) dalam rapat yang digelar di gedung Kementerian ESDM.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirgen Minerba) Troy Vinarno menilai pengembangan smelter bauksit memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah rendahnya return on investment (IRR) yang membuat perusahaan berpikir dua kali untuk berinvestasi.
Soalnya dibandingkan nikel, IRR-nya relatif lebih rendah dibandingkan bauksit. Jadi return on investment-nya cukup bagus, betul sekali,” kata TRAI dalam rapat yang digelar di Kementerian ESDM, Jumat. (15.11.2024).
Sementara itu, saat ditanya kemungkinan pembentukan konsorsium bagi perusahaan yang belum bisa membangun smelter sendiri, TRAI menyebut opsi tersebut belum menjadi prioritas saat ini. Namun yang pasti pihaknya masih fokus pada proyek yang sedang berjalan.
“Kami fokus dulu pada apa yang berhasil saat ini sambil bergerak lebih jauh ke hilir. Tujuannya hilir hingga produk akhir,” ujarnya. (PGR/PGR) Saksikan video di bawah ini: Video: Tips Bertahan dari Pungli dan Investasi Mahal serta Biaya Selanjutnya Artikel Selanjutnya Bersiaplah! Setelah nikel, Bahil melanjutkan hilirisasi bauksit-timah