illini news Seperti Sritex, Segini Pesangon Korban PHK Jika Perusahaan Pailit

Daftar isi

JAKARTA, ILLINI NEWS – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan dilikuidasi. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Niaga (PN) Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Dalam keputusan tersebut, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya gagal memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon sebagai pemohon sesuai keputusan persetujuan tanggal 25 Januari 2022.

Ristadi, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPN), mengatakan masa depan sekitar 20.000 pekerja di kelompok usaha Sritex terancam akibat keputusan tersebut. Mereka kehilangan pekerjaan atau dipecat dan tidak menerima pesangon.

Pasalnya, utang Shritex disebut-sebut lebih besar dari nilai asetnya. Oleh karena itu, meski aset Shretex dijual langsung, pesangon yang harus dibayarkan perusahaan tidak akan cukup untuk menutupi biaya pembayaran dan utang, kata Ristadi.

Sekadar informasi, sebelum mengajukan pailit, Shritex sempat terbebani utang yang menggunung. Hingga September 2022, total liabilitas SRIL setara dengan 1,6 miliar dollar AS atau Rp 24,66 triliun (kurs = Rp 15.500/dolar AS). Jumlah tersebut didominasi oleh utang berbunga, seperti pinjaman bank dan obligasi. Kalau memang tenggelam dalam utang, maka Shritex hanya sekedar nama, apa sebenarnya kompensasi bagi pekerja yang di-PHK jika perusahaannya bangkrut?

Secara umum, ketentuan mengenai pesangon dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Kontrak Kerja Waktu Tetap, Subkontrak, Jam Kerja dan Istirahat serta Pemutusan Hubungan Kerja, diatur dalam Pasal 36, yang mana PHK dapat terjadi karena alasan ( f) perusahaan bangkrut. PP Nomor 35 Tahun 2021 merupakan salah satu ketentuan atau ketentuan pengembangan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Kemudian pada bagian kedua PP tersebut terdapat ketentuan terkait hak yang diperoleh akibat pemutusan hubungan kerja. Ketentuan ini termuat dalam pasal 40 hingga pasal 59.

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pemberi kerja wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian tuntutan yang diterimanya” dan Pasal 40 ayat (1) secara khusus mengatur ketentuan mengenai uang pesangon apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. perusahaan mengalami likuidasi.

Berikut syarat-syaratnya:

Pemutusan kontrak kerja akibat likuidasi perusahaan, pekerja/pegawai berhak: a. 0,5 (nol koma lima) dari ketentuan Pasal 40 ayat 2) huruf b tentang pesangon. 1 (satu) penghargaan uang untuk jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 3; tari Ganti Rugi tuntutan sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat 4.

Ketentuan pesangon sama bagi pekerja yang diberhentikan karena penutupan usaha akibat kerugian terus menerus selama 2 tahun berturut-turut atau kerugian terputus-putus selama 2 tahun. Sebagaimana diatur dalam pasal 44 ayat 1.

Bedanya, ditambah dengan pasal 44 pasal 2), apabila pemberhentian karena penutupan pabrik tetapi bukan karena kerugian, maka pekerja berhak:

A. Pasal 40 Ayat (2) B 1 (satu-satunya) uang pesangon. 1 (satu) penghargaan uang untuk jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 3; uang kompensasi tari sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat 4, kompensasi pemberhentian umum

Ayat (2) Pasal 40 mengatur ketentuan mengenai pesangon dengan rincian sebagai berikut:

A. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, gaji 1 (satu) bulan; Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, gaji 2 (dua) bulan c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, gaji 3 (tiga) bulan; Masa kerja sama atau lebih dari 3 (tiga) tahun tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, gaji 4 (empat) bulan; Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, gaji 5 (lima) bulan; Masa kerja sama atau lebih dari 5 (lima) tahun, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, gaji 6 (enam) bulan; Masa kerja sama atau lebih dari 6 (enam) tahun tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, gaji 7 (tujuh) bulan; Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, gaji 8 (bulan); Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, gaji 9 (sembilan) bulan.

Ayat 3) pasal 40 mengatur besaran imbalan yang menjadi hak pekerja, yang rinciannya sebagai berikut:

A. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, gaji 2 (dua) bulan; Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, masa kerja 3 (tiga) bulan 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi 12 (dua belas) tahun 4 (empat) bulan gaji; D. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, gaji 5 (lima) bulan e. berumur 15 (lima belas) tahun ke atas tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, gaji 6 (enam) bulan; Masa kerja sama atau lebih dari 18 (delapan belas) tahun tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, imbalan 7 (tujuh) bulan; Masa kerja sama atau lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, gaji 8 (delapan) bulan; Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, gaji 10 (sepuluh) bulan.

Dan, ayat (4) pasal 40 mengatur besaran ganti rugi yang akan diterima sebagaimana diatur pada ayat (1):

A. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum habis masa berlakunya; biaya atau biaya pemulangan pekerja/pekerja beserta keluarganya ke tempat dimana pekerja/pekerja tersebut bersedia bekerja; menari Hal-hal lain yang diatur dalam kontrak kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Namun ketentuan ini tidak akan berlaku sebagaimana mestinya. Karena itu tergantung keadaan yang menyebabkan pemecatan itu. (dce/dce) Tonton video di bawah ini: Video: Kementerian Tenaga Kerja Panggil Shreetex dan Konfirmasi Pemecatan Artikel Berikutnya Konten Buruk! Ribuan pekerja tekstil Indonesia di-PHK, menjadi korban pesangon yang tidak dibayar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *