Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi illinibasketballhistory.com
Kelas menengah Indonesia masih mengalami tekanan akhir-akhir ini. Menurunnya jumlah kelas menengah sebanyak 9,48 juta orang dari tahun 2019 (detik.com 2024) menunjukkan bahwa kelas menengah seringkali terlupakan dalam sorotan kebijakan publik.
Bank Dunia memberikan kategori kelas menengah, yaitu mereka yang memiliki pengeluaran per kapita US$7,5-38 per hari. Artinya, rata-rata minimal pengeluaran masyarakat kelas menengah dalam Rupiah adalah Rp114.000 per hari atau Rp3,4 juta per bulan pada kurs dolar AS September 2024.
Dalam teori makroekonomi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, selain pada aspek peningkatan rata-rata pendapatan per orang juga berdampak pada pemerataan pendapatan, upah, khususnya bagi masyarakat kelas menengah. Artinya pembangunan ekonomi adalah tentang peningkatan kemampuan seluruh aspek masyarakat, mulai dari kelas menengah atas hingga kelas menengah bawah.
Sejumlah rencana kebijakan publik yang akan dilaksanakan pada tahun 2025 akan menurunkan jumlah kelas menengah secara signifikan, seperti kenaikan pajak PPN menjadi 12 persen, rencana pembatasan bahan bakar bersubsidi, penyesuaian subsidi tiket kereta listrik (KRL) dan kontribusi pekerja terhadap dana asuransi pensiun.
Kelas menengah yang berada di tepi kemiskinan (rentan terhadap kemiskinan) tidak menerima dukungan sosial seperti masyarakat miskin yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dari pemerintah agar kelas menengah dapat bertahan dalam dinamika ekonomi dan sosial. Pentingnya kelas menengah bagi pembangunan Kelas menengah merupakan bagian penting dari perekonomian nasional. Di luar sebagian besar masyarakat umum, kelas menengah seringkali terabaikan. Penderitaan masyarakat kelas menengah yang masih mendapat tekanan dari berbagai tekanan ekonomi harus terus diatasi karena berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi negara.
Mayoritas kelas menengah sebanyak 47,85 juta jiwa merupakan 24,77% Generasi X, 24,6% Milenial, dan 24,12% Generasi Z (ILLINI NEWS, 2024). Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia sangat ditentukan oleh kelas menengah Indonesia.
Kelas menengah sangat penting untuk terus diperhatikan karena beberapa alasan: mereka mempunyai konsumsi terbesar terhadap komponen PDB, sehingga menentukan pertumbuhan ekonomi, sebagai penstabil ekonomi dan sosial karena jumlahnya yang besar, dan sebagai penggerak. kewirausahaan nasional.
Kelas menengah berkontribusi besar terhadap pembangunan dalam negeri karena kemampuannya mengambil dua risiko sekaligus: membayar pajak dan cenderung memiliki pendapatan cukup di atas garis kemiskinan. Beban Pajak dan Tantangan Perekonomian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% pada tahun 2022 menjadi 12% pada tahun 2025 Kelas menengah akan menghadapi masalah serius, yang risikonya semakin besar dan semakin banyak kelas yang terpuruk.
Meskipun rata-rata PPN global sebesar 15%, termasuk negara-negara OECD (Kementerian Keuangan, 2022), menjadi pertimbangan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, namun masyarakat di Indonesia, khususnya kelas menengah, belum siap menghadapi kebijakan fiskal yang ketat tersebut.
Dampak keseluruhan yang akan semakin terasa adalah melemahnya daya beli akibat berkurangnya peredaran uang, dampak kenaikan tarif PPN. Kondisi makroekonomi semakin memburuk akibat masih tingginya gelombang PHK di sektor manufaktur. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menyiapkan alternatif strategi “orientasi produktivitas” untuk memperkuat posisi kelas menengah dalam tantangan dinamis kenaikan angka pengangguran. Memperkuat perekonomian kelas menengah. Kelas menengah memiliki beberapa peluang untuk meningkatkan perekonomian nasional. Pemerintah harus hadir untuk memberikan insentif dan menciptakan lapangan kerja yang efektif untuk melayani kelas menengah Indonesia.
Berbagai upaya dapat dilakukan, seperti peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan, khususnya keterampilan profesional, untuk meningkatkan daya saing pekerja kelas menengah. Pemerintah memberikan akses biaya pendidikan tinggi yang jauh lebih terjangkau bagi masyarakat untuk menyelesaikan lebih banyak pendidikan tinggi dengan memberikan lebih banyak subsidi APBN untuk pendidikan tinggi.
Angka belanja anggaran pendidikan tinggi dalam APBN tahun 2019 relatif kecil yaitu 0,3%, yang seharusnya sejalan dengan rekomendasi UNESCO minimal 2% dari APBN (ITB, 2023). Pemerintah sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap peningkatan penduduk Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi untuk mempercepat kemajuan perekonomian masyarakat.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kewirausahaan generasi muda melalui peningkatan akses terhadap keterampilan digital dan instrumen keuangan yang mudah dan berkualitas. Pemerintah harus lebih agresif dalam meningkatkan keterampilan kewirausahaan masyarakat, khususnya kelas menengah, dalam mengakses instrumen keuangan dan pengembangan usaha. Oleh karena itu, peningkatan inovasi dan kewirausahaan masyarakatnya menentukan percepatan pembangunan ekonomi negara (Schumpeter, 1911).
Kelas menengah mempunyai peran strategis dalam pengembangan UMKM. Dengan banyaknya lapangan kerja informal, kapasitas adaptif mereka untuk bertahan dari kontraksi ekonomi harus dinilai dengan memberikan ruang yang mudah bagi usaha UMKM yang tumbuh pesat untuk berkontribusi dalam percepatan pembangunan nasional. (miq/miq)