Jakarta, ILLINI NEWS – Masa transisi yang panjang pada tahun 2024 akan membuat aktivitas perekonomian di Indonesia berjalan tidak teratur.
Hal tersebut diungkapkan Ekonom Senior yang merupakan salah satu pendiri CReco Research, Raden Pardede dalam program Power Lunch ILLINI NEWS.
“Tahun ini tidak normal, tahun ini berbeda sekali dengan tahun sebelumnya, yaitu tahun politik, waktu tunggunya terlalu lama,” kata Raden, Senin (04/11/2024).
Pemerintahan Presiden Prabowo mengalami masa transisi yang panjang, ia memenangkan Pilpres 2024 pada Februari lalu, namun baru dilantik pada Oktober 2024.
Sedangkan ketika Presiden Joko Widodo pertama kali berkuasa pada tahun 2014, ia memenangkan pemilihan presiden pada bulan Juli dan dilantik pada bulan Oktober.
Hal serupa juga terjadi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika pertama kali mengambil alih kekuasaan pada bulan September setelah dua putaran pemilihan presiden pada tahun 2004 namun masih dilantik pada bulan Oktober.
Raden Pardede mengatakan, kondisi ini membuat pemerintah tidak layak belanja. Selain itu, pemerintah juga belum berani mengumumkan pelaksanaan APBN mulai September 2024, demi melihat transparansi belanja masyarakat hingga bulan ketiga tahun 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya mengumumkan pelaksanaan APBN Agustus 2024. Saat itu belanja pemerintah sebesar 1.930,7 triliun atau meningkat 15,3%, sedangkan pendapatan pemerintah sebesar 1.777 triliun, turun 2,5% dibandingkan periode yang sama. . periode. tahun lalu.
“Ini juga bisa tercermin dari belanja pemerintah, kalau dilihat juga belanja pemerintah pada kuartal II, kuartal III, agak tertinggal dibandingkan tahun lalu. Hal inilah yang patut diperhatikan dalam siklus politik ke depan. kata Raden.
Raden Pardede mengingatkan, permasalahan tersebut juga terjadi pada masa pemerintahan daerah yang hingga November 2024 masih menjabat Penjabat Gubernur (PJ).
Bukan kepala daerah tertentu yang dipilih langsung oleh masyarakat. Beberapa di antaranya sudah mulai menjalankan tugasnya pada September 2023 tepat menjelang pilkada yang digelar pada November 2024.
“Bayangkan ada sekitar 500, 515, dan 225 kabupaten, kota, semuanya PJ.” Hal yang sama juga terjadi di provinsi-provinsi. Semua orang memakai PJ. Makanya perlu kita cermati,” kata Raden.
“Kalau dikatakan mungkin akan mempengaruhi daya beli pemerintah, efektivitas belanja masyarakat dalam peralihan pemimpin di kalangan kepala daerah ini,” ujarnya.
Untuk itu, Raden meyakini ke depan sistem pemilihan umum tidak lagi dikelola secara bersama-sama, baik pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah, sehingga terjadi pemerataan pekerjaan ekonomi, namun tidak akan terjadi lagi. dibebani oleh tindakan politik saja. .
“Dulu yang disalurkan lebih banyak, jadi mungkin tiap tahun 20% dari pengelola daerah dibelanjakan, tahun depan disalurkan lagi 20%, begitulah yang disalurkan lebih banyak, tapi tahun ini, tahun ini, semuanya naik. , “katanya. (arj/mij) Simak video berikut: Presiden Prabowo Bertemu PM Jepang di Istana Bogor, Bicara Apa? Artikel Berikutnya Bocoran Kabinet Prabowo 2024-2029: Kabinet Jokowi