1. Penangguhan cukai rokok tahun 2025, menjadi angin segar bagi perokok2. Sejumlah produsen rokok tercatat memiliki valuasi murah3. Pajak cukai hasil tembakau akan tumbuh sebesar 4,7% pada Agustus 2024
Jakarta, ILLINI NEWS – Kabar gembira bagi investor rokok dan pengusaha rokok dalam negeri. Pemerintah berencana tidak melakukan perubahan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau pajak rokok pada tahun 2025. Hal ini akan menjadi angin segar dan angin segar bagi industri rokok. Kabar baik ini pun direspon oleh para distributor di sektor industri rokok.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan kebijakan ini memperhatikan pembahasan RAPBN 2025 yang telah disahkan DPR pada pekan lalu.
Posisi pemerintah terhadap kebijakan CHT 2025 belum bisa dilaksanakan, kata Askolani dalam konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9/2024).
Ia mengungkapkan, salah satu pertimbangan untuk tidak mengubah kebijakan CHT pada tahun 2025 karena mencerminkan fenomena penurunan perdagangan rokok, yaitu fenomena yang terjadi ketika masyarakat beralih penggunaan ke produk rokok yang lebih murah.
“Kebijakan CHT 2025 tentunya bisa memperhitungkan trade down yang merupakan selisih rokok golongan I dan golongan III,” ujarnya.
Terlepas dari itu, kata Askolani, kebijakan CHT lain yang rencananya akan diterapkan pemerintah tahun depan adalah perubahan harga eceran rokok di tingkat dunia usaha.
Kabar baik ini menjadi ide bagus untuk stok rokok dalam negeri. Dalam sebulan, pergerakan saham produsen rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan kenaikan signifikan.
Dari sisi kinerja keuangan, pada semester I 2024, seluruh produsen rokok di BEI mencatatkan penurunan laba bersih.
Dari sisi penjualan, dua penerbit mencatatkan pertumbuhan penjualan dan dua penerbit lainnya mencatatkan penurunan penjualan sepanjang semester I 2024.
Meski penjualan HMSP dan ITIC meningkat, sayangnya kedua produsen rokok tersebut mencatatkan penurunan laba bersih. Hal ini antara lain disebabkan oleh berkurangnya margin Perseroan.
Dari segi valuasi, tercatat banyak produsen rokok yang masih undervalued alias murah.
Di harga wajar atau Price Book Value (PBV), saham GGRM dan ITIC masih murah dengan PBV di bawah satu. Sedangkan saham WIIM sudah berada pada harga wajarnya dengan PBV satu, sedangkan saham HMSP tercatat di atas harga wajarnya dengan PBV tiga.
Namun secara sektoral dan industri, saham HMSP, ITIC, dan WIIM tercatat murah karena rata-rata Price Earnings Ratio (PER) industri rokok PER 15. Sedangkan saham GGRM sedikit lebih mahal dengan PER di atas 15.
Sementara itu, penerimaan pajak periode Agustus 2024 diketahui mencapai Rp138,4 triliun atau 56,2% dari target. Kinerja tersebut tumbuh 5,0% year on year (yoy).
Pertumbuhan tersebut berasal dari pajak bea cukai hasil tembakau hingga Rp132,8 triliun atau tumbuh 4,7% (yoy), dipengaruhi oleh peningkatan produksi hasil tembakau golongan II dan III, di antaranya tarif pajak rokok golongan I yang sebesar terlalu tinggi.
Dan penerimaan Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) tumbuh 11,9% atau mencapai Rp5,4 triliun dan pajak Etil Alkohol mencapai Rp93,6 miliar atau tumbuh 21,9% sesuai dengan peningkatan produksi.
Pembatalan perubahan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau pajak rokok pada tahun 2025 bisa mendongkrak kinerja produsen rokok. Jika kenaikan cukai dibatalkan, maka harga rokok akan relatif stabil, sehingga tingkat konsumsi rokok tetap terjaga atau bahkan meningkat.
Disclaimer: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berupa opini Riset ILLINI NEWS. Analisis ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembaca untuk membeli, menahan atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada di tangan pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan apa pun yang diakibatkan oleh keputusan ini.
Riset ILLINI NEWS
[email dilindungi] (tonton/lihat) Tonton video di bawah ini: Prabowo: Hilir Seutuhnya, Tak Bisa Didamaikan!