Jakarta, ILLINI NEWS – Donald Trump telah terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat. Namun, hal ini mengkhawatirkan banyak ilmuwan iklim.
Ketidakpedulian Trump terhadap bencana perubahan iklim dapat mengancam masa depan planet bumi dan umat manusia di dalamnya. Dalam beberapa kesempatan, Trump tak segan-segan menyebut perubahan iklim sebagai hoax dan salah satu hoax terbesar sepanjang masa.
Dia juga berencana untuk mengesampingkan belanja energi ramah lingkungan, menghilangkan apa yang disebutnya sebagai insentif “gila” bagi warga Amerika untuk menggunakan mobil listrik.
Rencana tersebut akan dilaksanakan selama empat tahun masa jabatan Trump, menjadikannya dekade yang penting bagi para ilmuwan.
Selama periode tersebut, para ahli mengatakan AS dan dunia harus mengurangi separuh polusi akibat pemanasan global untuk menghindari bencana perubahan iklim.
Saat ini, negara-negara penghasil emisi besar seperti Amerika Serikat masih tertinggal jauh dalam hal komitmen pengurangan emisi untuk menghindari kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius dibandingkan masa pra-industri.
Dengan rata-rata pemanasan yang mencapai lebih dari 1 derajat Celcius sejauh ini, dunia telah mengalami gelombang panas, kebakaran hutan, badai dahsyat, kepunahan satwa liar, dan ancaman lainnya yang mencapai rekor tertinggi.
“Kita perlu menghilangkan bahan bakar fosil secepat mungkin,” kata Michael Mann, ilmuwan iklim di Universitas Pennsylvania. “Sulit untuk melihat hal itu terjadi jika Trump menang,” tambahnya.
Jadi ketika Trump mengambil alih jabatan tersebut, AS bisa sekali lagi menarik diri dari perjanjian iklim Paris dan mengabaikan rencana PBB untuk menangani krisis iklim, yang dipandang semakin memburuk.
Para analis memperkirakan kedua langkah tersebut akan melemahkan pengaruh AS dalam perundingan iklim PBB, membatasi tindakan negara tersebut terhadap perubahan iklim, dan mengurangi tekanan pada negara penghasil emisi gas rumah kaca utama lainnya, seperti Tiongkok, untuk menyampaikan rencana perubahan iklim yang ambisius di PBB tahun depan.
Artinya, negara penghasil emisi terbesar kedua di dunia ini tidak perlu lagi menyerahkan rencana aksi iklim nasional ke PBB setiap lima tahun sekali.
Namun, karena semua negara diperkirakan akan merilis rencana terbarunya tahun depan sebelum Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump, Washington diperkirakan masih akan melaksanakan rencana tersebut. (taurus/taurus) Tonton video di bawah ini: Video: Jika Trump Menang, China Ancam Sektor Teknologi Artikel Berikutnya Kiamat Starlink Akan Datang, Peneliti Temukan Tandanya