Jakarta, ILLINI NEWS – Selebritis dan penyiar Rafi Ahmad tentu nama yang tidak asing lagi. Selain wajahnya yang sering muncul di layar kaca, kehidupannya juga selalu menjadi sorotan.
Bahkan, Raffi dijuluki ‘Sultan Andara’ karena dikenal memiliki banyak usaha di berbagai industri seperti fashion, katering, properti, dan hiburan.
Beberapa bulan lalu, Rafi Ahmad dan istrinya, Nagita Slavina memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi perempuan bernama Lily, meski sudah memiliki dua orang anak yang akan dilahirkan.
Pasangan selebriti ini juga rutin memposting tentang Lily di akun media sosialnya.
Beberapa waktu lalu, Rafi Ahmad juga dipanggil Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membantunya mengelola kawasan khusus generasi baru, organisasi kreatif, dan seniman.
Lalu bagaimana dengan pembagian harta kepada keluarga Raffi yang akan mengangkat anak menurut hukum waris Indonesia ke depan?
Menurut Pasal 832 KUH Perdata dengan jelas ditentukan bahwa ahli waris dapat berupa saudara sedarah, baik sah menurut hukum maupun di luar nikah, dengan suami atau istri yang hidup lebih lama.
Bila semua pihak itu selesai, maka harta warisan seseorang menjadi milik pemerintah.
KUHPerdata sendiri tidak membahas perkara yang melibatkan anak angkat atau anak angkat. Namun menurut Staatblaad 129 Tahun 1917, pengangkatan anak dapat memutuskan hubungan perdata antara orang tua kandung dan menimbulkan hubungan kekeluargaan dengan orang tua angkatnya.
Menurut tulisan Naomi Renata Manihuruk yang diterbitkan Pengadilan Negeri Sumedang, Staatblaad sendiri merupakan tambahan KUH Perdata untuk mengisi kesenjangan hukum yang mengatur tentang pengangkatan anak, namun Staatblaad sendiri dinilai sudah tidak relevan lagi. .
UU Adopsi Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 (PP 54/2007) tentang pelaksanaan pengangkatan anak dan dalam Peraturan Menteri Sosial No. 110/Huk/2009 tentang syarat-syarat pengangkatan anak.
Pada dasarnya PP 54 Tahun 2007 dan UU Perlindungan Anak dengan tegas menyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah anak dengan orang tua kandungnya. Dan itu sangat berbeda dengan Staatblaad.
Terhadap harta warisan dari orang tua angkatnya, maka orang tua angkatnya dapat membuat wasiat untuk memberikan sebagian kepada anak angkatnya. Wasiat sendiri diatur dalam Pasal 875 KUH Perdata, namun jika berbicara mengenai jumlah, harus diperhatikan keabsahan ahli waris dalam hukum Islam.
Kumpulan Hukum Islam (CIU) sendiri menyatakan pada Pasal 171(h) bahwa:
“Anak yang dinafkahi untuk nafkah sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya, mengalihkan tanggung jawab dari orang tua asalnya kepada orang tua angkatnya menurut penetapan Pengadilan.”
Sementara itu, huruf c mengatakan bahwa:
“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan orang yang meninggal, beragama Islam, dan tidak dilarang oleh hukum untuk menjadi ahli waris.”
Tentu saja anak angkat sudah pasti tidak termasuk dalam daftar ahli waris dari orang tua angkatnya, karena ia tidak mempunyai hubungan darah dengan orang tua angkatnya.
Namun anak angkat dapat menerima harta orang tua angkatnya melalui wasiat wajib. sebagaimana tercantum dalam Pasal 209(a) IPC:
“Anak angkat yang tidak menerima wasiat, wajib mendapat surat pengesahan hakim sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.”
Arti sebenarnya dari “wazat wazawa” adalah seseorang dianggap telah menerima wasiat menurut hukum, padahal tidak ada wasiat yang nyata. (fabric/fabric) Simak video di bawah ini: Video: IHSG Gagal Pertahankan 7.800 – Perekonomian Global Diperkirakan 3,2% di 2024