JAKARTA, ILLINI NEWS – Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali melemah pada awal sesi perdagangan Jumat (4/10/2024) di tengah lemahnya sentimen global pasca data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang kembali menghangat. Timur Tengah juga sedang memanas.
Pada awal perdagangan hari ini, IHSG melemah 0,11% menjadi 7.535,85. Empat menit setelah pembukaan sesi, IHSG kembali melemah hingga ambles 0,28% ke 7.522,54.
Pada awal sesi hari ini, nilai indeks yang diperdagangkan mencapai sekitar 797 miliar dengan 2,5 miliar lembar saham dan diperdagangkan sebanyak 58.521 kali.
Pergerakan IHSG hari ini akan diwarnai oleh sentimen global khususnya terkait rilis data ketenagakerjaan AS dan semakin memanasnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Investor tampaknya masih khawatir karena data ketenagakerjaan AS yang penting. Sementara itu, risiko ketidakpastian perekonomian terus berlanjut seiring memanasnya ketegangan antara Iran dan Israel.
Data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 28 September 2024 naik dari minggu sebelumnya dan lebih tinggi dari perkiraan.
Klaim awal tunjangan pengangguran negara bagian naik 6.000 pada minggu lalu menjadi 225.000 yang disesuaikan secara musiman pada pekan yang berakhir 28 September. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 220.000 klaim dalam seminggu terakhir.
Klaim yang belum disesuaikan turun 1.066 pada minggu lalu menjadi 180.647. Namun, penurunan tersebut lebih kecil dari perkiraan penurunan sebesar 5.692 berdasarkan model yang digunakan pemerintah untuk menghilangkan fluktuasi musiman dari data.
Akibatnya, klaim yang disesuaikan secara musiman meningkat. Michigan sendiri melaporkan lebih dari 1.000 permohonan minggu lalu.
Klaim keseluruhan ini konsisten dengan pasar tenaga kerja yang stabil, didukung oleh rendahnya jumlah PHK.
Kemudian dilanjutkan dengan data non-farm payrolls (NFP) AS malam ini waktu AS. Konsensusnya berada di angka 142.000, yang mengindikasikan kemungkinan perlambatan di sektor ketenagakerjaan.
Tingkat pengangguran yang diproyeksikan tetap stabil di 4,2%, serta perkiraan pelemahan pertumbuhan upah per jam, menentukan apakah bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) akan melakukan pelonggaran pada pertemuan berikutnya.
Data ketenagakerjaan ini penting bagi pelaku pasar untuk menilai langkah selanjutnya dari bank sentral AS, Federal Reserve, atau The Fed, yang mana Ketua Jerome Powell mengindikasikan akan terus menurunkan suku bunga hingga akhir tahun.
Namun pemotongan tersebut akan dilakukan secara bertahap dan tidak akan mencapai 50 basis poin (bps) masing-masing pada bulan November dan Desember.
Pernyataan Powell mengecewakan pelaku pasar yang berharap The Fed akan bersikap agresif dengan memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berikutnya.
Alat CME FedWatch menemukan bahwa 47,9% pelaku pasar memperkirakan suku bunga TEA The Fed berada di kisaran 4,00-4,25% pada bulan Desember mendatang. Artinya mereka yakin akan ada penurunan sebesar 75 bps.
Sementara itu, pasar masih menghadapi risiko berlanjutnya konflik Iran dan Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah Iran akan “membayar mahal” atas serangan rudal terhadap Israel pada Selasa malam (1/10/2024). Teheran, sebaliknya, bersikeras bahwa setiap pembalasan akan ditanggapi dengan “kehancuran besar”, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Ketegangan panas di Timur Tengah menarik perhatian Dana Moneter Internasional (IMF). Meningkatnya konflik di Timur Tengah dapat menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan terhadap kawasan dan perekonomian global, menurut Bank Dunia.
Juru bicara IMF Julie Kozak mengatakan pada konferensi pers reguler bahwa lembaga keuangan global yang berbasis di Washington memantau situasi di Lebanon selatan dengan “keprihatinan yang mendalam” dan menyatakan belasungkawa atas hilangnya nyawa.
“Potensi eskalasi lebih lanjut dari konflik ini meningkatkan risiko dan ketidakpastian serta dapat menimbulkan implikasi ekonomi yang signifikan bagi kawasan ini dan dunia,” kata Kozak.
Ketegangan tersebut menambah kekhawatiran pelaku pasar terhadap kenaikan harga minyak global yang diperkirakan akan meningkat tajam jika serangan terhadap ladang minyak Iran terus berlanjut.
Ketika harga minyak menguat, inflasi kemungkinan akan meningkat. Hasil akhirnya adalah kebijakan moneter yang awalnya longgar bisa menjadi ketat kembali. Era suku bunga tinggi mungkin akan diperpanjang. Hal ini tercermin dari devaluasi pasar keuangan yang tidak disukai investor.
RISET ILLINI NEWS (chd/chd) Simak video di bawah ini: Video: Respons Positif Kabinet Prabowo, IHSG menguat 7 hari berturut-turut Artikel berikutnya IHSG segera dibuka, apakah akan tembus level 7300 lagi?