Catatan: Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Dewan Redaksi illinibasketballhistory.com
Tulisan opini ini ditulis oleh Dr. Ferry Irawan, S.E., M.S.E. Sebagai sekretaris unit yang bertanggung jawab di bidang koordinasi makroekonomi dan keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, sebagai sekretaris Dewan Keuangan Inklusif Nasional (DNKI).
Tahap awal inklusi keuangan
Saat ini, inklusi keuangan sudah menjadi istilah umum dan dibicarakan dalam berbagai diskusi publik, baik dalam diskusi pemangku kepentingan, kajian, dan juga di media massa. Inklusi keuangan merupakan konsep penting dalam upaya menciptakan peluang keuangan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan bantuan inklusi keuangan, diharapkan setiap orang dapat memperoleh layanan keuangan yang dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari, mengembangkan bisnis, dan mengelola risiko keuangan. Pengarusutamaan inklusi keuangan merupakan bagian penting dari paradigma ekonomi pembangunan. Oleh karena itu, tidak salah jika capaian tersebut ditempatkan secara strategis pada arah perencanaan nasional, termasuk perencanaan jangka panjang dan menengah.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, peningkatan nilai tambah perekonomian melalui pendalaman sektor keuangan merupakan salah satu arah kebijakan yang sangat penting. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan keuangan formal di masyarakat dari unbanked menjadi bankable. Untuk mengatasi masalah disparitas peluang pembiayaan, para pengambil kebijakan telah mengambil langkah tepat untuk mempermudah pembiayaan bagi masyarakat luas dengan mengembangkan teknologi dan mendorong inovasi di industri keuangan.
Sejalan dengan digitalisasi perekonomian, Pemerintah berperan dalam mendukung pengembangan pelayanan dasar berupa basis teknologi yang fungsional dan bermanfaat di sektor keuangan. Jalur umum inovasi swasta ini dikenal luas sebagai Infrastruktur Publik Digital (DPI) dan penggunaannya di bidang keuangan bertujuan untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat.
Semangat rencana pembangunan nasional RPJMN untuk menyediakan pembiayaan inklusif melalui kerja sama antar sektor semakin mendalam, ketika Strategi Nasional Pembiayaan Inklusif (SNKI) menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan Perpres No. 82 Tahun 2016. Komitmen ini kemudian diperbarui dalam Perpres No. 114 pada tahun 2020.
Peraturan ini memuat strategi dan indikator pencapaian inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu, peraturan ini juga mengatur tentang pembentukan Dewan Inklusi Ekonomi Nasional (DNKI) yang berperan sebagai koordinator pelaksanaan SNKI di tingkat antarlembaga, memantau kebijakan industri terkait inklusi ekonomi, serta memantau dan mengevaluasi kegiatan. setiap tahun.
SNKI menekankan bahwa inklusi keuangan merupakan isu nasional yang mendesak, terutama bagi mereka yang belum melayani layanan keuangan formal. Berbagai tindakan nyata diperlukan untuk memastikan bahwa berbagai kelompok masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah pinggiran kota dan pedesaan, memiliki hak yang sama terhadap kepemilikan, akses dan pendidikan keuangan. Peran aktif dan inovasi beberapa lembaga keuangan menjadi penting dalam mewujudkan pencapaian tersebut.
Oleh karena itu, salah satu elemen kunci SNKI adalah pemanfaatan teknologi di bidang keuangan. Gerakan ini semakin membuka peluang bagi lembaga keuangan digital untuk berperan sebagai akselerator inklusi keuangan melalui inovasi teknologi, layanan, dan kemudahan yang diberikan.
Mencapai akses keuangan universal
Dalam implementasinya, pencapaian inklusi keuangan menunjukkan perkembangan positif yang berkelanjutan dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan pelaksanaan SNKI, tingkat inklusi keuangan Indonesia akan mencapai 88,7% pada tahun 2023, meningkat 3,6 poin persentase dibandingkan tahun 2022 yaitu 85,1%, dimana target tahun 2024 sebesar 90 persen.
Namun upaya tersebut seringkali terkendala oleh rendahnya literasi keuangan masyarakat. Literasi keuangan mengacu pada pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap produk keuangan, pengelolaan keuangan pribadi, investasi, dan lain-lain. Kurangnya literasi keuangan dapat membuat masyarakat rentan terhadap penipuan, mempersulit pengelolaan keuangan, dan melemahkan partisipasi mereka dalam sistem keuangan resmi.
Pemerintah dan lembaga keuangan Indonesia semakin berupaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui program edukasi keuangan, pelatihan dan kampanye yang memperkuat pemahaman masyarakat. Serta kolaborasi antara pemerintah, swasta dan lembaga pendidikan dalam membangun literasi keuangan di Indonesia.
Meskipun mayoritas masyarakat memiliki akses yang baik terhadap telepon seluler dan Internet, hal ini terkait erat dengan tantangan inklusi keuangan yang disebabkan oleh kerentanan dan kesenjangan sosial-ekonomi, seperti rendahnya literasi terhadap produk jasa keuangan, skeptisisme masyarakat – terutama kelas menengah ke bawah – tentang ketersediaan produk jasa keuangan tertentu, dan kesulitan mengakses cabang bank dan ATM yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa (62,55%). Kesetaraan gender juga menjadi tantangan, mengingat indeks inklusi ekonomi laki-laki masih lebih tinggi dibandingkan perempuan dan indeks literasi keuangan berbanding terbalik.
Segmen sasaran utama inklusi keuangan primer yang belum terlayani oleh layanan keuangan formal (kelompok yang dikecualikan secara ekonomi) adalah masyarakat berpenghasilan rendah, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan masyarakat dalam kelompok. Pada segmen antarkomunitas, kelompoknya terdiri dari generasi muda/pelajar, penyandang masalah sosial, penyandang disabilitas, perempuan, pekerja migran beserta keluarganya, dan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan.
Tentu tidak mudah untuk mengadopsi dan memastikan bahwa segmen sasaran utama tidak tertinggal. SNKI menekankan pentingnya keuangan digital sebagai intermediasi yang optimal dalam memperluas inklusi keuangan dan memperkuat literasi dan keterampilan digital. Kemunculan dompet digital sebagai angin segar di sektor keuangan digital menunjukkan potensi besar menjadi solusi untuk menjangkau khalayak luas tanpa memandang latar belakang dan batasan geografis.
Sinergi serba guna melalui infrastruktur publik digital (DPI).
Lahir pada masa pandemi Covid-19, dompet digital telah menjadi inovasi terdepan di sektor keuangan digital yang semakin populer. Perubahan gaya hidup dari tunai ke cashless mengungkap berbagai kenikmatan yang ditawarkan layanan ini. Penerapan seluler yang cepat, proses verifikasi identitas yang efisien, antarmuka yang praktis (ramah pengguna) dan perlindungan konsumen yang andal menjadi nilai tambah yang meningkatkan preferensi masyarakat terhadap dompet digital.
Menurut SNKI, berdasarkan tiga indikator kinerja inklusi keuangan yakni aksesibilitas, penggunaan, dan kualitas, kehadiran dompet digital telah mempercepat pencapaian ketiga aspek tersebut secara signifikan. Dari sisi indikator aksesibilitas, dompet digital berperan dalam meningkatkan penggunaan Standar Quick Response Code (QRIS) Indonesia. Dari aspek penggunaan, dompet digital meningkatkan jumlah pengguna layanan keuangan digital dan pengguna insentif pemerintah. Dari sisi faktor kualitas, dompet digital membantu dengan menyediakan program literasi keuangan dan menyelesaikan keluhan konsumen secara responsif.
Laporan Penerapan SNKI Tahun 2023 menyebutkan bahwa penggunaan dompet elektronik/dompet elektronik/uang elektronik mengalami tren yang berkembang. Jumlah uang elektronik yang terdaftar (berbasis server dan kartu) meningkat signifikan sebesar 11,24 persen menjadi 150.687.993** dari tahun sebelumnya 135.462.780. Mayoritas penggunaannya untuk membeli barang sebesar 68,2%, disusul mengirim/menerima uang (33,2%), membayar tagihan (31,1%) dan menyimpan uang (25,1%).
Berbagai pencapaian tersebut menjadi bukti peran aktif pemerintah Indonesia dalam meningkatkan infrastruktur publik digital yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak melalui pengembangan DPI. Secara umum, DPI telah meningkatkan konektivitas dan akses layanan digital dan secara khusus mengatur penggunaannya untuk perlindungan data pribadi, perlindungan konsumen, dan keamanan siber. Misalnya, ketika menggunakan layanan keuangan yang ditujukan untuk masyarakat, akan lebih mudah untuk menyelesaikan proses verifikasi untuk memastikan identitasnya, atau yang biasa dikenal dengan istilah kenali pelanggan Anda (KYC).
Berkat landasan infrastruktur yang didukung DPI, layanan keuangan semakin dikenal masyarakat. Penggunaan DPI juga mendorong pendidikan dan literasi keuangan di berbagai kelompok masyarakat, terutama bagi kelompok sasaran prioritas. Misalnya saja fitur Government to Public (G2P) melalui program Kartu Prakerja dan Public to Government (P2G) di berbagai layanan pembayaran sektor publik.
Sinergi ini menjadi bukti bahwa keberadaan dompet digital di Indonesia tidak hanya sebagai alat pembayaran saja, namun juga menjadi bagian penting dari DPI. Dompet digital dapat memperluas inklusi keuangan, meningkatkan literasi keuangan, dan menyediakan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, integrasi yang solid dengan DPI juga meningkatkan keandalan dan efisiensi teknologi yang disediakan layanan. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa inovasi seperti dompet digital tersedia lebih luas dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat secara keseluruhan.
Peran strategis sektor swasta dalam mencapai inklusi keuangan
Dampak nyata inovasi dompet digital terhadap inklusi keuangan salah satunya dapat dirasakan oleh para pelaku UMKM di ekosistem keuangan digital. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Development Institute of Economics and Finance (INDEF) pada tahun 2023 terhadap lebih dari 400 UMKM pengguna DANA, disimpulkan bahwa penggunaan dompet digital seiring dengan literasi memberikan dampak yang signifikan terhadap efisiensi transaksi sehingga mengurangi risiko. penipuan. dan menyederhanakan proses pembayaran dalam bisnis.
Studi ini menemukan peningkatan kecepatan proses jual beli yang signifikan hingga 66%, dari 30 detik menjadi 10 detik. Selain itu, volume transaksi meningkat sebesar 20%, dan lebih dari 30% UKM melaporkan peningkatan kemampuan mereka dalam mempekerjakan lebih banyak pekerja setelah mengadopsi keuangan digital. Melihat cakupan yang lebih luas, survei ini juga menemukan bahwa lebih dari 96,5% responden merasa bahwa akses terhadap layanan keuangan telah meningkat, dengan 98,4% melaporkan peningkatan literasi keuangan dan 98% melaporkan peningkatan literasi digital.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin keberadaan inovasi dompet digital di Indonesia dapat mempercepat pencapaian tujuan akhir 90 persen inklusi keuangan pada tahun 2024 baik pada indikator area penggunaan, area penggunaan, dan tingkat kinerja kualitas. Untuk memperkuat hal tersebut, SNKI harus lebih berperan aktif dalam dompet digital sebagai game changer sistem pembayaran, khususnya pada kelompok prioritas.
Kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan saat ini memerlukan penguatan kelembagaan dan strategi yang tepat untuk meningkatkan literasi keuangan. Hal ini didukung dengan rencana Peraturan Pemerintah (PP), pembentukan Komisi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (Komnas LIK) dan penyempurnaan Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) menjadi pembiayaan nasional. ekonomi. strategi. Literasi dan inklusi (Stranas LIK). Sementara itu, di tingkat daerah, penguatan literasi keuangan dilakukan melalui penguatan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang diperluas dan diperkuat menjadi Tim Percepatan Literasi dan Inklusi Keuangan Daerah (TPLIKD). Hal ini sejalan dengan amanat UUP2SK untuk memperkuat koordinasi dan efektivitas program literasi dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.
Tantangan selanjutnya bagi para operator di industri dompet digital adalah mengembangkan teknologi yang lebih inklusif dan tepat sasaran serta terus meningkatkan literasi masyarakat, seiring dengan berbagai inovasi yang dihadirkan, sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen. Inklusi keuangan tidak hanya menjadi persoalan makroekonomi, namun juga memerlukan pendekatan holistik untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati hasil dari inklusi keuangan. Hal ini tidak hanya akan mendorong stabilitas perekonomian bagi masa depan Indonesia, namun juga mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah.
(huuu/huu)